Wakaf Baitul Asyi Sebarkan Maslahat hingga Dua Abad

Wakaf Baitul Asyi Sebarkan Maslahat hingga Dua Abad
Share



Jakarta - Habib Bugak Al Asyi memiliki gagasan untuk mengumpulkan uangnya agar dapat dibelikan aset wakaf di Mekkah. Habib asal Aceh ini bahkan menjadi inisiator pengumpulan dana dari ratusan tokoh pada sekitar abad ke-19 lalu, agar impiannya itu dapat diwujudkan.

Dilansir dari laman resmi Kementerian Agama Republik Indonesia, ketika Habib Bugak akhirnya menjejakkan kaki di Tanah Suci, ia merealisasikan impiannya. Ia membeli sejumlah tanah yang berada persis di samping Masjidil Haram. Di atas tanah itu, ia ingin mendirikan penginapan dan penampungan agar jemaah asal Aceh tidak bingung mencari tempat tinggal selama menunaikan ibadah haji.

Para tokoh yang ikut menyumbang dana untuk tanah wakaf itu kemudian bersepakat agar Habib Bugak menjadi penanggung jawab dari tanah itu. Habib Bugak sempat menolak.

"Habib Bugak sempat menolak karena dia tidak ingin ketika namanya digunakan sebagai penanggung jawab wakaf, dana tersebut akan diambil keluarganya. Habib Bugak murni ingin agar tanah wakaf itu digunakan untuk kepentingan jemaah Aceh," kata Petugas Wakaf Baitul Asyi, Jamaluddin Affan.

Akhirnya di depan mahkamah pencatatan wakaf, dimasukkanlah syarat mengenai penggunaan tanah wakaf itu maupun hasil uang dari pengelolaannya. Habib Bugak - yang akhirnya setuju namanya dipakai sebagai penanggung jawab - dalam ikrarnya menyatakan bahwa wakaf itu hanya untuk jemaah asal Aceh.

"Jadi syarat itu mengikat, hanya untuk jemaah haji asal Aceh. Baik mereka yang sudah menjadi warga negara di Saudi maupun yang statusnya mukimin," tutur Jamaluddin.

Pada saat Masjidil Haram direnovasi, tanah wakaf itu digunakan untuk perluasan lintasan tawaf. Oleh nazir wakaf, uang ganti ruginya digunakan membeli dua bidang tanah di kawasan yang berjarak 500-an meter dari Masjidil Haram. Tanah itu dibangun hotel oleh pengusaha dengan sistem bagi hasil.

Tercatat lima buah aset berdiri di atas tanah wakaf produktif yang bernama Wakaf Baitul Asyi itu, dan tiga di antaranya adalah hotel. Dari Wakaf Baitul Asyi, setiap tahunnya ‘bonus’ selalu mengalir bagi jemaah haji asal Aceh. Pada tahun 2019 atau tahun ke-14 pembagian aset, Kumparan mencatat 6 juta riyal atau sekitar Rp 22 miliar dibagikan merata kepada 4.688 jemaah asal Aceh dari hasil Wakaf Baitul Asyi.

Tidak hanya bagi warga Aceh yang berhaji, Syeikh Dr. Abdul Latif Baltou selaku salah satu pengelola Wakaf Baitul Asyi mengatakan, wakaf ini juga diperuntukkan bagi penduduk Mekkah keturunan Aceh yang telah menjadi warga Arab Saudi, dan mahasiswa Aceh yang menuntut ilmu di tanah suci.

"Harta wakaf ini tidak akan pernah terputus. Selamanya, selama masih di dunia sampai hari kiamat. Kami akan menjaga dan merawat dengan baik, menginfakkan kepada yang telah diamanahkan Habib Bugak untuk masyarakat Aceh dan Allah menjaganya, Allah memeliharanya," kata Syeikh Baltou dilansir dari Kumparan.

Global Wakaf mencoba mencontoh Wakaf Baitul Asyi yang berhasil menyebarkan kebermanfaatan melalui wakaf, bahkan setelah 2 abad berlalu. Melalui program wakaf tunai yang dikumpulkan dari masyarakat, Global Wakaf telah membangun portofolio-portofolio wakaf. Salah satunya adalah Lumbung Ternak Wakaf (LTW).

“Untuk LTW kita juga terima cash dan istilahnya kita bagi dengan beberapa orang. Karena kalau misalkan untuk memproduktifkan LTW sekian miliar langsung sangat berat. Kita bagi menjadi paket per  Rp 10 juta,” kata Aditya Pratama selaku Head of Strategic Global Wakaf.

Nantinya hasil dari aset wakaf ini, masyarakat sekitar akan terberdayakan melalui adanya peternakan, dan sebagian keuntungannya akan digunakan untuk program-program kemanusiaan. Selain LTW, Global Wakaf memiliki program-program serupa seperti Lumbung Pangan Wakaf (LPW), Ritel Wakaf, Warung Wakaf, dan Sumur Wakaf.

Aditya berharap, masyarakat semakin sadar dengan potensi wakaf, apalagi melalui berbagai contoh yang telah dilakukan para wakif terdahulu seperti Habib Bugak. Sehingga, banyak masyarakat yang terberdayakan serta banyak maslahat yang dapat disebarkan melalui wakaf.

“Harapannya ke depannya lebih banyak warga atau masyarakat yang tergugah untuk meng-upgrade infaknya menjadi wakaf uang. Karena selain nilai sedekahnya paling tinggi dalam Islam, hasil pengelolaan wakaf juga akan bermanfaat bagi umat. Tidak hanya untuk orang-orang tertentu saja yang menjadi market, tapi juga menjadi penggerak ekonomi masyarakat,” pungkas Aditya (ACTNews)

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel