Memanfaatkan Harta Wakaf

Memanfaatkan Harta Wakaf
Share




Oleh Prof. Dr. Nasir Azis, S.E., M.B.A

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala

Islam agama yang sempurna yang diturun Allah SWT kepada manusia sebagai pedoman, petunjuk, dan cara hidup untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Islam mengatur semua aspek kehidupan yang mencakup, manusia dengan pencipta (hablumminallah), serta sesama manusia (hablumminannas). Islam juga mengatur bagaimana manusia mengelola harta agar bermanfaat tidak hanya untuk keperluan dunia saja tapi bermanfaat pula di akhirat kelak.

Harta dalam pandangan Islam adalah anugerah Allah SWT yang harus di syukuri. Dan salah satu cara mensyukurinya adalah dengan menafkahkan atau mewakafkan sebagian dari harta yang dimilikinya untuk memperoleh kebaikan yang sempurna. 

Dalam surat Ali Imran ayat 92, Allah berfirman, artinya:  “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Q.S. Ali Imran: 92)

Kebaikan yang sempurna akan diraih oleh seseorang mana kala seseorang telah menginfakkan harta yang paling dicintainya untuk Allah SWT. Kondisi itu menunjukkan bahwa perintah Allah selalu menjadi perioritas untuk dilaksanakannya. Harta yang di nafkahkan itu juga merupakan harta yang memiliki kualitas terbaik, karena dia mengetahui akan balasan yang diberikan kepadanya.

Dalam surah Al-Baqarah ayat: 267, Allah berfirman yang bermakna, ”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah di jalan Allah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah maha kaya lagi maha terpuji”. (Q.S. Al-Baqarah: 267).

Wakaf termasuk dalam amalan ‘amaliah yang artinya amalan yang dikerjakan oleh hamba dalam bentuk menginfakkan harta. Harta itu merupakan amanah Allah yang dititipkan kepada seseorang untuk digunakan pada jalan yang diridhaiNYA. Wakaf dalam bentuk harta juga merupakan amalan istimewa dan termasuk dalam amalan jariah karena pahala wakaf akan terus mengalir walaupun orang yang mewakafkan hartanya telah meninggal dunia. Berbeda dengan amalan-amalan seperti zakat, puasa, shalat, haji, yang pahalanya akan terputus ketika seseorang meninggal dunia. 

Keterangan ini berdasarkan hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh imam Muslim yang berbunyi sebagai berikut, yang artinya: “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang shaleh” (H.R. Muslim No. 1631).

Menurut jumhur ulama, makna sedekah jariah dalam hadist diatas adalah “amalan wakaf”. Semua amalan yang dikerjakan oleh seseorang hamba ganjarannya akan ada batas waktunya kecuali amalan wakaf yang akan terus menerus mendapatkan ganjarannya. Oleh karena itu, wakaf merupakan amalan yang paling istimewa dibandikan dengan amalan Maliyah lainnya.

Praktik wakaf telah ada semasa zaman Rasulullah SAW. Dalilnya berdasarkan hadist dari Ibnu umar r.a berkata, ”Umar bin Khatab mempunyai sebidang tanah di Khaibar, lalu ia menemui Rasulullah SAW untuk meminta nasihat tentang harta tersebut. Wahai Rasulullah, aku telah mendapat sebidang tanah di Khaibar yang aku belum pernah memperolehnya seperti itu. Rasulullah SAW bersabda: jika engkau menginginkan, maka engkau tahan pokoknya dan engkau sedekahkan hasilnya. Ibnu Umar berkata, Umar bin Khatab kemudian menyedekahkan hasil harta itu untuk orang fakir, kerabat, fisabilillah, memerdekakan budak, ibnu sabil, dan tamu. Tidak berdosa orang yang mengurusinya (nazhir) memakan sebagian dari hasil harta itu secara baik (sewajarnya) atau memberi makan (kepada orang lain) tanpa menjadikan sebagian harta hak milik (H.R. Bukhari). 

Menurut beberapa pendapat para ulama bahwa inilah wakaf pertama dalam Islam. Pendapat ini diperkuat oleh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Tuhfat al-Muhtaj bi Syarth al-Minhaj. Penjelasan yang sama dikemukakan oleh Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fat-h al-Bari. Wakaf pertama sekali dalam Islam adalah “wakafnya Umar”. Riwayat ini di perkuat oleh Hadist yang dituturkan dari Amru bin Sa’ad bin Mua’adz, ia berkata kami bertanya tentang wakaf pertama kali di dalam Islam. Kaum Muhajirin menjawab “wakafnya Umar,” sedangkan kaum Anshar menjawab “wakafnya Rasulullah SAW.” (dalam kitab Fat-h al-Bari karya Ibnu Hajar ai-Asqalani).

Dikalangan umat Islam amalan wakaf ini bukanlah amalan yang baru, namun sudah banyak dipraktikkan dalam kehidupan ummat ini. Praktik wakaf telah diimplimentasikan dalam berbagai bidang seperti bidang pendidikan, pemberdayaan ekonomi, bidang kesehatan, dan kegiatan-kegiatan lain yang dibenarkan oleh agama. Walaupun masih sangat lambat tingkat perkembangan implimentasi wakaf tersebut. Oleh karena itu, untuk keberhasilan pengembangan wakaf kedepan diperlukan pengelolaan secara profesional termasuk para pengelola harta wakaf atau orang yang diamanahkan untuk mengelola harta wakaf ini harus berlaku jujur, transfaran serta dimanfaatkan dan disalurkan pada kegiatan-kegiatan tertentu untuk kemaslahatan ummat yang sesuai dengan ketentuan syariat.

Harta wakaf dapat dimanfaatkan dan disalurkan pada beberapa kegitan antara lain: 

Wakaf bidang pendidikan

Harta wakaf dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pendidikan dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia umat Islam. Wakaf di bidang pendidikan ini juga telah terimplimentasi di berbagai negara di dunia seperti Saudi Arabia, Mesir, Irak dan di negara islam lainnya. Tak dapat dipungkiri, bahwa bukti-bukti sejarah menjelaskan peranan wakaf dalam mendukung pelaksanaan pendidikan untuk umat. Hal ini terlihat dari perkembangan madrasah atau al-Jamiah didirikan dan dipertahankan dengan dana wakaf yang berasal dari berbagai sumber baik dari dermawan kaya atau penguasa politik muslim. Setiap Madrasah mempunyai penghasilan sendiri yaitu berasal dari harta wakaf yang diperuntukan untuk membiayai siswa atau mahasiswa maupun gurunya. Adapun Madrasah yang dimaksud antara lain seperti; Madrasah Nizamiyah di Baghdad, Madrasah al-Muntasiriyah di Irak, Madrasah an-Nasiriyyah  di Kairo, dan Madrasah An-nuriah di Damaskus serta Madrasah Sulaimanyah di Turky. 

Kondisi yang sama juga terjadi di Indonesia bahkan di Aceh. Di Aceh, wakaf dalam bentuk tanah untuk pembangunan tempat pendidikan seperti pesantren/dayah atau sekolah sudah lumrah dilakukan. Banyak dayah/pesantren atau sekolah umum dibangun pada tanah wakaf. Dalam masyarakat Aceh sering terdengar ucapan ”telah saya wakafkan sebidang tanah yang dimanfaatkan untuk pembangunan pesantren atau dayah”. Begitu murah dan bersih hati orang yang melakukan wakaf ini. Sungguh besar ganjaran yang diterima. Tanah wakaf itu dibangun tempat pengajian dan disana diajarkan pendidikan agama, pengajian kitab, dan juga mempelajari Al-quran serta kegiatan lain yang bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan. Setiap orang yang belajar disana mendapatkan ilmu, dan ilmu itu diamalkan, maka akan mengalir secara terus menurus pahala kepada orang yang mewakafkan tanah tersebut, walau dia telah meninggal dunia. 

Wakaf peningkatan ekonomi umat 

Harta wakaf juga sebagai instrumen ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan umat. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi kemiskinan yang belum terselesaikan di daerah ini. Bahwa penduduk miskin masih mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan primernya. Seharusnya harta wakaf dapat dmanfaatkan untuk menyelesaikan persoalan ini. Di Indonesia, wakaf sebagai intrumen ekonomi memiliki potensi yang sangat baik dalam pengembangan perekonomian dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang membutuhkannya. 

Tercatat di Badan Wakaf Indonesia (BWI), potensi aset wakaf per tahun mencapai Rp 2.000 triliun dengan luas tanah wakaf mencapai 420 ribu hektar. Potensi wakaf uang bisa menembus angka Rp188 triliun per tahun. Saat ini beberapa aset wakaf yang dikelola Dompet Dhuafa meliputi berbagai sektor termasuk dalam bidang ekonomi. Contoh konkrit dalam sektor ekonomi adalah wakaf tanah yang dimanfaatkan untuk kegiatan agroindustri kebun nanas dan buah naga di Subang, Jawa Barat; wakaf tanah untuk pembangunan mini market Daya Mart dan toko buah segar De Fresh; serta DD Water di Bogor, Jawa Barat. 

Semua kegiatan itu menunjukkan, bahwa tanah wakaf dapat dimanfaatkan untuk pemberdayaan ekonomi umat. Contoh lain, untuk kasus di Aceh. Wakaf produktif kontemporer uang yang dibagikan atas pengelolaan tanah wakaf tokoh Aceh, Habib Abdurrahman Al-Habsyi atau Habib Bugak Asyi, 200 tahun silam. Pada setiap musim haji, sejak 2006 hingga sekarang, setiap jamaah haji asal Aceh yang berjumlah sekitar 4.300 orang setiap tahun mendapatkan tambahan living cost selama di tanah suci sebesar 1.200 riyal perorang. Jika dijumlahkan dalam rupiah sungguh sangat besar dan bisa mencapai Rp 18 miliar lebih dalam satu tahun.

Wakaf untuk kesehatan

Wakaf dalam bidang kesehatan juga marak dilakukan saat ini. Tanah wakaf yang ada di manfaatkan untuk pembangunan Rumah Sakit atau fasilitas kesehatan lainnya. Wakaf untuk kesehatan telah menjadi bagian dari sejarah penting wakaf semenjak zaman dahulu dan terus berkembang hingga saat ini. Hal itu disebabkan oleh kebutuhan umat Islam terhadap layanan kesehatan yang bersifat primer yang memiliki kecenderungan semakin meningkat. Semenjak zaman dahulu, rumah sakit yang didanai lembaga wakaf telah berkembang di Hijaz, Syam, Mesir, Sudan, dan negara-negara Islam lainnya, termasuk Indonesia.

Di Indonesia , wakaf kesehatan semakin berkembang, dimana tanah wakaf dibangun rumah sakit seperti yang terjadi di Jombang dan beberapa daerah lainnya di Indonesia. Mudah-mudahan ke depan wakaf ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk keperluan ummat termasuk dalam bidang kesehatan.

Harta wakaf harus dimanfaatkan sebaik-baiknya kepada kegiatan yang memberikan manfaat utama seperti peningkatan sumberdaya manusia, pemberdayaan ekonomi umat, peningkatan kesehatan umat serta kegiatan lain yang berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat. Semoga. 

Editor: smh 

Sumber: Gema Baiturrahman

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel