Urgensi Wakaf dalam Islam

Urgensi Wakaf dalam Islam
Share

 


Oleh: Dr. Muhammad Yasir Yusuf. MA

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Ar Raniry

Abu Mas’ud Al Anshari satu hari berkata, ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW. Orang itu berkata kepadanya: ”Saya kehabisan bekal dalam perjalananku ini, maka antarkan aku ke tempat tujuan?”  Beliau menjawab, ”Saya tidak punya kendaraan,” lalu ada seorang laki-laki yang berkata, ”Wahai, Rasulullah SAW. Aku tunjukkan orang yang dapat mengantarkan dia,” lalu Beliau bersabda: Barangsiapa yang menunjukkan kepada satu kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya. (HR Muslim, Hadist Nomor 3509).

Kaum muslimin yang berbahagia, orang yang menunjukkan kebaikan, yang modalnya hanya berupa lisan atau tenaga, dijamin Rasulullah akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengerjakannya. Maka, bagaimana dengan orang yang menunjukkan kebaikan ditambah dengan harta bendanya? Tentunya lebih utama dan lebih banyak pahalanya. Perbuatan ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang kuat imannya kepada Allah SWT dan hanya berharap pahalanya di dapat di hari akhir.

Sebagai contoh, Thalhah RA adalah adalah seorang sahabat yang paling banyak hartanya dari kalangan Anshar di kota Madinah. Ia mempunyai beberapa kebun kurma dan kebun kurma yang paling dicintainya adalah kebun kurma yang disebut dengan Bairuha’ (ada sebuah sumur di kebun itu) yang menghadap ke masjid dan Rasulullah SAW sering memasuki kebun itu dan meminum airnya yang banyak. 

Tatkala Thalhah mendengar ayat Ali Imran 92, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”

Thalhah mendatangi Rasulullah SAW lalu berkata; “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah Ta’ala telah berfirman: “Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai,” dan sesungguhnya harta yang paling aku cintai adalah Bairuha’. Aku mensedekahkannya di jalan Allah dengan berharap kebaikan dan simpanan pahala di sisiNya, maka ambillah wahai Rasulullah sebagaimana petunjuk Allah kepadamu.” Lalu Anas berkata, “Maka Rasulullah SAW bersabda: Wah, inilah harta yang menguntungkan, inilah harta yang menguntungkan. Sungguh aku sudah mendengar apa yang kamu niatkan dan aku berpendapat sebaiknya kamu sedekahkan buat kerabatmu.”  Maka Abu Thalhah berkata, “Aku akan laksanakan wahai Rasulullah. Maka Thalhah membagi untuk kerabatnya dan anak-anak pamannya.” (HR Bukhari, Kitab Az Zakat, Hadist Nomor 1368).

Thalhah salah seorang sahabat yang menyedekahkan hartanya terbaiknya kepada Allah untuk kepentingan kaum muslimin yang kemudian dia mendapatkan kebaikan terhadap dirinya sendiri dunia maupun akhirat.

Salah satu bentuk sedekah yang bagi pelakuknya akan mendapat pahala besar adalah wakaf. Wakaf  adalah salah satu dari jenis sedekah yang bertujuan untuk ibadah mendekatkan diri pada Allah. Wakaf termasuk ibadah yang dianjurkan oleh syariah dan menjadi salah satu jalan berbuat amal kebaikan dan mendapatkan pahala bagi yang beramal apabila dibarengi dengan niat yang baik dan tujuan yang benar.

Wakaf dalam madzhab Syafi’i dimaknai dengan menahan harta yang dapat diambil manfaatnya, tapi bendanya tetap dengan cara memanfaatkannya untuk kebaikan dengan niat ibadah pada Allah. 

Imam Nawawi dalam Tahdzibul Asma wal Lughat 4/194 menyebutkan: Wakaf berbeda dengan sedekah, wakaf barang yang disedekahkan harus dikekalkan dan menjadi milik umat yang manfaatnya digunakan untuk kepentingan umat dan tidak boleh diwarisi. Sedangkan sedekah, barang yang sudah diberikan menjadi milik sipenerima sedekah dan bisa diwarisi untuk ahli warisnya. 

Syaikh Abdullah Ali Bassam dalam Kitab Taisiril Allam, juz 2, hal 246 berkata: Wakaf adalah sedekah yang paling mulia. Allah menganjurkannya dan menjanjikan pahala yang sangat besar bagi pewakaf, karena sedekah berupa wakaf tetap terus mengalir menuju kepada kebaikan dan maslahat. 

Adapun keutamaannya adalah, pertama,  berbuat baik kepada yang diberi wakaf, berbuat baik kepada orang yang membutuhkan bantuan. Misalnya kepada fakir miskin, anak yatim, janda, orang yang yang tak memiliki usaha dan perkerjaan, atau untuk orang yang berjihad fi sabilillah, untuk pengajar dan penuntut ilmu, pembantu atau untuk pelayanan kemaslahatan umum. 

Kedua, kebaikan yang besar bagi yang berwakaf, karena dia menyedekahkan harta yang tetap utuh barangnya, tetapi terus mengalir pahalanya, sekalipun sudah putus usahanya, karena dia telah keluar dari kehidupan dunia menuju kampung akhirat. Artinya, kebaikan wakaf akan berketerusan kepada orang yang diniatkan oleh pewakif dan pahala wakaf akan berketerusan selama harta wakaf ini bermanfaat untuk umat walaupun pewakaf telah meninggal dunia.

Keutamaan ini digambarkan oleh Rasulullah SAW bersabda: Apabila seorang anak Adam mati, maka putuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.

Dalam Hadist yang lain, Rasulullah bersabda: Dari Ibnu Umar RA berkata, bahwa sahabat Umar RA memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk mohon petunjuk. Umar berkata: Ya Rasulullah! Saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah bersabda: bila kau suka, kau tahan tanah itu dan engkau sedekahkan. Kemudian Umar melakukan sedekah, tidak dijual, tidak diwarisi dan tidak juga dihibahkan. Berkata Ibnu Umar: Umar menyedekahkan kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara yang baik dengan tidak bermaksud menumpuk harta”. (Muttafaq ‘Alaih)

Semoga setiap kenikmatan, rezeki membuat kita selalu bersyukur untuk terus beramal dengan apa yang Allah ridhai, dan ketika Allah berikan harta kepada kita, kita berharap semoga harta itu menjadi bekal kepada kita yang akan membela kita nantinya di yaumil kiamah. Jadikan harta kita sumber pahala, kebaikan yang terus kita dapatkan pasca kita meninggal dunia dengan menjadikan harta itu menjadi aset wakaf bagi kebaikan dan kepentingan umat Islam.

Editor: smh

Sumber: Gema Baiturrahman

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel