Wakaf Meningkatkan Penghasilan Warga Kampung

Wakaf Meningkatkan Penghasilan Warga Kampung
Share

Oleh: Nurzaitun, S.Pd.I

Harta wakaf adalah harta yang bermanfaat bagi orang banyak. Dengan adanya harta wakaf, maka secara tidak langsung orang yang mewakafkan tersebut telah membantu perekonomian warga yang lainnya.

Seseorang yang telah mewakafkan hartanya untuk sebuah gampong (kampung) atau lembaga, maka harta wakaf tersebut tidak boleh diambilnya kembali. Katakanlah Ahmad mewakafkan sepetak tanah sawah untuk gampong Bahagia, maka setelah Ahmad meninggal dunia, anak atau wali Ahmad tersebut tidak boleh merebut atau merampas kembali sepetak tanah sawah tersebut. Jika ini terjadi, maka yang merebut harta wakaf tersebut akan mendapat teguran langsung dari Allah SWT.

Jadi jangan main-main dengan harta wakaf, karena mewakafkan harta itu semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah (li taqarrub ilallah). Bukan untuk menyombongkan diri atau bermegah-megahan. 

Harta wakaf sangat membantu perekonomian gampong atau seseorang untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan. Seperti halnya harta wakaf yang dimiliki Gampong Meunasah Tutong, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar. Meunasah Tutông kebetulan tempat tinggal saya. 

Berdasarkan hasil wawancara saya dengan Fauzi, Kepala Urusan Pemerintahan Gampong Meunasah Tutong, dia mengatakan, Gampong Meunasah Tutong mempunyai dua petak tanah sawah yang diwakafkan kepada gampong. Salah satu tanah sawah tersebut berukuran lebih kurang  2.200 m2. 

Karena sawah tersebut berukuran sangat luas, maka sawah tersebut dibagi menjadi empat bagian. Jadi orang yang menggarap sawah tersebut juga bisa lebih banyak, yaitu empat orang. Secara tidak langsung, orang yang mewakafkan tanah sawah tersebut sudah membantu perekonomian warga gampong. Sedangkan tanah sawah yang satu lagi berukuran lebih kurang 1.800 m2  hanya digarap oleh satu orang saja.

Selain tanah sawah, Meunasah Tutong juga memiliki tanah wakaf yang berukuran 800 meter yang lokasinya di samping Meunasah (Mushalla). Jadi, di atas tanah wakaf tersebut telah dibangun gedung serbaguna. Selain itu, Meunasah Tutong memiliki tanah wakaf di tempat yang strategis, di depan SMPN 3 Ingin Jaya, Aceh Besar. Tanah wakaf tersebut berukuran lebih kurang 50 m2. Di atas tanah tersebut telah dibangun toko milik Gampong Meunasah Tutong, dengan ukuran 4 x 8 m2 pada 2007. Toko tersebut telah ada yang menyewanya. Harga sewa per tahun Rp 7 juta. 

Selain tanah wakaf sawah dan tanah yang bisa dibangun toko, Meunasah Tutong memiliki dua persil tanah wakaf lainnya, yaitu untuk kuburan umum yang berukuran  lebih kurang  100 m2 dan satu lagi juga berukuran  lebih kurang 100 m2.

Menurut Fauzi, hasil sawah dan hasil dari sewa toko dipergunakan untuk kenduri pada bulan Ramadhan. Karena yang mewakafkan harta (tanah sawah) tersebut melafadzhkan  peruntukan wakaf  khusus untuk kenduri bulan puasa (nuzulul Qur-an). Baik untuk pembelian lembu dan bumbunya. Jadi warga Meunasah Tutong mendapatkan kuah beulangong tiap rumah setiap kenduri nuzulul Qur-an. Baik yang mengumpulkan dana atau pun tidak, semua mendapatkan kuah beulangong untuk dibawa pulang ke rumah masing-masing.

Kenapa penulis mengatakan baik yang mengumpulkan dana atau tidak, semua mendapat kuah beulangong karena bagi yang mampu tetap ada pengeluaran uang yang dikumpulkan ketika kenduri Nuzulul Qur-an tetapi hanya sedikit.  Karena sebagian besar uang pembelian lembu dan bumbu masak diambil dari hasil sawah dan tanah toko wakaf tersebut. Orang yang mewakafkan harta tersebut secara tidak langsung telah meringankan beban warga untuk ikut kenduri di bulan puasa. 

Sementara dari hasil sewa toko, selain untuk kenduri  bulan puasa juga sisanya dipakai untuk pembelian lembu untuk dipelihara. Kenapa bisa beli lembu dengan hasil tanah wakaf yang sudah didirikan toko tersebut? Karena tanah yang telah diwakafkan dan telah dibangun toko di atasnya itu tidak bersyarat khusus untuk kenduri pada bulan puasa saja.

Fauzi menambahkan, lembu yang dibeli dari hasil sisa sewa tanah wakaf yang sudah didirikan toko berjumlah tiga ekor sapi. Pemeliharaan sapi dilakukan oleh warga gampong Meunasah Tutong itu sendiri. Secara tidak langsung, orang yang mewakafkan hartanya telah memberikan pekerjaan yang menghasilkan hasil bagi warga gampong itu sendiri. Tata caranya: hasil pemeliharaan lembu tersebut dibagi menjadi tiga bagian. Dua bagian untuk yang memelihara lembu tersebut dan satu bagian untuk Meunasah Tutong. Suatu hal yang sangat menguntungkan bukan? Secara tidak langsung juga, yang mewakafkan harta tersebut sudah membuat hati orang lain bahagia tiada tara. 

Kemudian, uang hasil pembagian tersebut, diambil dan dibeli lembu yang lain lagi. Sehingga, lembu tersebut semakin banyak, karena uang tersebut pengelolaannya terus berkesinambungan dan menghasilkan lembu yang siap untuk dijual. Pemerliharaan lembu tersebut bisa dikatakan hasil pengelolaan wakaf produktif.*

Editor: smh

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel