Wakaf Utsman Bin Affan Terus Berkembang

Wakaf Utsman Bin Affan Terus Berkembang
Share
Oleh: M. Muchlas Abror

Wakafnews.com – Nabi Muhammad saw memberi keteladanan kepada para sahabatnya untuk wakaf. Pada mulanya yang mengikutinya ialah Umar bin Khaththab. Kemudian para sahabat lainnya menyusul wakaf juga. Di antaranya Abu Bakar, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan Zubair bin Awwam. Apalagi pada zaman Khulafa ar-Rasyidin amalan berwakaf semakin banyak dilakukan. Selain bernilai ibadah kepada Allah juga dapat membantu kesejahteraan sosial. Wakaf dilakukan ketika mereka berada di Madinah.

Setelah Nabi Muhammad saw hijrah dari Makkah ke Madinah. Kemudian para sahabatnya, secara bertahap, juga hijrah mengikuti beliau ke Madinah. Mereka hijrah meninggalkan kota kelahiran tanpa membawa apa-apa. Mereka kemudian dikenal dengan sebutan sahabat Muhajirin. Kedatangan mereka di Madinah disambut sahabat Anshar (penduduk Madinah yang beragama Islam) dengan senang hati, ramah, dan penuh ketulusan. Mereka tiada beda dan sudah dianggap sebagai saudara sendiri.

Kaum Muhajirin selagi di Madinah menghadapi persoalan kesulitan memperoleh air bersih. Apalagi sewaktu di Makkah sudah biasa minum air Zamzam. Kaum Anshar juga merasakan. Karena air bagi manusia termasuk kebutuhan pokok. Sebenarnya, di Madinah banyak air. Hanya yang memiliki sumur dengan air yang melimpah di kota ini orang Yahudi. Setelah mendengar ada laporan tentang itu, Nabi saw lalu menemui orang itu. Beliau menyatakan ingin memiliki sumur itu dengan menggantinya dengan kebun yang luas. Namun, pemilik sumur menolak. Kecuali kalau sumurnya dibeli.

Utsman bin Affan, salah seorang sahabat beliau, lalu mencoba mengadakan kontak langsung dengan pemilik sumur. Kedatangannya, suatu hari, menemui pemilik sumur menyatakan ingin membeli sumurnya. Ia menjawab, kalau mau membeli hanya air pada setengah sumurnya saja. Sebab, tidak seluruh sumurnya akan dijual. Atau kalau mau menyewa, ya silahkan. Akhirnya dicapai kesepakatan, Utsman mau membeli air setengah sumur. Cara pengambilan air sumur lalu diatur. Antara pemilik sumur dan Utsman mengambil airnya bergantian dua hari sekali.

Ternyata banyak orang yang hanya mau minum air sumur pada jatah giliran Utsman. Tapi, mereka tidak datang pada saat jatah giliran pemilik sumur. Hal ini berakibat ia merasa merugi. Lalu ia memutuskan menjual separuh sumur miliknya dan dibelinya lagi oleh Utsman sebanyak 20 ribu dirham. Wakaf sumur Utsman bin Affan tidak mandeg, tapi terus berkembang. Bermula dari sumur terus melebar menjadi kebun sangat luas. Di masa Daulah Turki Usmani kebun wakaf Usman itu dirawat dengan baik.

Setelah Kerajaan Arab Saudi berdiri, perawatan kebun tersebut berjalan semakin baik. Di kebun itu tumbuh sekitar 1550 pohon kurma. Kementerian Pertanian ditunjuk oleh Kerajaan Arab Saudi untuk mengelola hasil kebun tersebut. Uang yang didapat dari panen kurma dibagi dua. Setengah dari hasil panen itu untuk anak-anak yatim dan fakir miskin. Sedang yang setengah lainnya lagi disimpan di sebuah bank dengan rekening atas nama Utsman bin Affan. Rekening itu dipegang oleh Kementerian Wakaf. Tentu uang yang tersimpan di bank terus bertambah dari waktu ke waktu. Sampai dapat digunakan untuk membeli sebidang tanah di kawasan Markaziyah (area eksklusif) dekat Masjid Nabawi di Madinah. Di atas tanah itu telah dibangun hotel Usman bin Affan dari uang rekeningnya. Hotel ini berada di samping Masjid bernama Utsman bin Affan pula.

Kini hotel Utsman bin Affan menjadi hotel bintang lima. Dibangun dengan tabungan Utsman bin Affan yang telah berusia lebih dari seribu tahun. Sudah dilengkapi dua restoran besar dan enam unit perbelanjaan. Hotel dioperasionalkan oleh Sheraton, salah satu hotel bertaraf internasional. Uang dari hasil pendapatan, setelah dibagi dengan pengelola, akan dibagikan kepada kaum miskin dan masuk ke rekening Utsman bin Affan. Demikianlah selintas tentang wakaf Utsman bin Affan yang terus berkembang hingga sekarang (almuttahed.com).

Berbahagialah Utsman bin Affan, salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw dan termasuk Khulafa Ar-Rasyidin pada zamannya, dengan amal jariyahnya yang terus mengalir pahala baginya. Ini merupakan keteladanan yang baik untuk kita.*

Sumber: suaramuhammadiyah.id

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel