Harta Wakaf yang Dinantikan

Harta Wakaf yang Dinantikan
Share

Oleh: Nurzaitun, S.Pd.I.

Saya bersama suami bersilaturrahmi ke rumah Keuchik (Kepala Desa) Gampong Bakoi, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar,  malam Ahad, 16 Januari 2021. Pukul 20:15 WIB, kami sampai di rumahnya. Kenapa kami silaturrahim malam hari?  Ini bukan tanpa alasan. Saya sudah dua kali ke rumah keuchik Bakoi. Pertama, saya datang 15 Desember 2020. Ketika itu, yang ada di rumah hanya istrinya. Katanya, kalau mau jumpa dengan keuchik, datangya malam hari saja, pukul 9.00 malam. “Itu sudah pasti bapak ada di rumah,” katanya.

Pada 20 Desember 2020, siang Ahad, ketika pulang kenduri pesta pernikahan di Bakoy, saya singgah lagi ke rumah keuchik Bakoi, dengan harapan sekali dayung dua tiga pulau dilampaui. Ternyata, gayung tak bersambut. Sampai saya di sana, ternyata keuchik dan istrinya, baru berangkat ke tempat pesta yang lainnya lagi. Ini menurut pengakuan tetangganya. 

Kemudian, tetangganya mengatakan, kalau mau jumpa dengan keuchik, lebih baik datang malam saja. Dari dua sumber tersebut, saya memutuskan berkunjung malam hari, pada pukul yang telah disarankan itu. 

Demi menghindari fitnah, saya memutuskan pergi dengan didampingi suami. Setibanya kami di sana, suasana ramai memenuhi lorong di depan rumah keuchik tersebut. Sempat kaget, tapi terus maju. Ternyata para pemuda kampung, sedang mempersiapkan teratak untuk acara pesta besok. Jadi, suasana malam semakin hidup. 

Setelah menyampaikan tujuan kedatangan kami, bincang-bincang pun berlangsung di teras rumah keuchik. Kemudian, untuk menghindari kesalahan dalam memberikan informasi, keuchik Azhari Ismail, menelpon sekretaris gampong Zakaria, untuk ikut serta bersama kami di malam yang sendu tersebut. 

Tak lama berselang, Sekretaris Bakoi, sampai dihadapan kami. Menurut pengakuan mereka, di Bakoi, tidak ada aset tanah wakaf. Kemudian, untuk menyakinkan kami, Azhari mengambil berkas yang ada di rumahnya dan melihat lagi di hadapan kami. Ternyata memang benar, di Bakoi, tidak ada aset tanah wakaf. “Yang ada hanyalah tanah hibah, yang berupa tanah kuburan,” ujarnya. 

Lalu Zakaria melontarkan pertanyaan,  apakah ingin menguji saya atau tidak, saya pun kurang tahu. Tapi dari segi sorotan matanya, saya asumsikan, dia memang sedang menguji saya. Dia bertanya, "Hibah dengan wakaf apa bedanya?" Dengan bermodal bismillah, saya menjawab, "Tentu saja beda Pak". Hibah, sama dengan sedekah. Sedangkan wakaf itu bukan. Harta yang diwakafkan harus sesuai dengan apa yang diijabkabulkan. Wakaf tak boleh dimiliki dan diwariskan. Harta wakaf milik agama.  

Saya menambahkan, kalau seseorang mewakafkan hartanya untuk pembangunan menasah atau mushalla, maka mushalla pula yang wajib didirikan. Tidak boleh yang lainnya. Wakaf harus sesuai dengan peruntukan (maukuf alaih) yang diikrarkan wakif.  

Zakaria mengangguk-ganggukkan kepalanya. Kemudian mengatakan, di Desa Bakoy, tidak banyak orang kaya. Harta orang kaya ada, tapi tidak diwakafkan untuk Bakoy. “Semoga saja di masa akan datang, akan ada orang yang jadi wakif ke gampong kami,” katanya. 

Kami pun pamit pulang.*

Editor: smh

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel