Pandangan Imam Mazhab tentang Wakaf

Pandangan Imam Mazhab tentang Wakaf
Share

Oleh: Jalaluddin, MA

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS  Ali 'Imran 3: ayat 92).

Hadis  riwayat  Muslim,  al-Tarmidzi,  an-Nasa’i  dan  Abu Daud dari Abu Hurairah ra mengatakan, “Apabila mati anak Adam, terputuslah segala amalnya kecuali tiga macam amalan, yaitu sedekah yang mengalir terus menerus (wakaf), ilmu yang bermanfaat yang diamalkan, dan anak saleh yang selalu mendoakan baik untuk kedua orang tuanya”.

Al-Qur’an dan al-Hadist di atas dipahami oleh para fukaha yang merupakan ijtihad landasan hukum wakaf dan menurut penulis masih banyak nash lain. Walaupun secara jelas tidak ada nash tentang itu, tapi secara umum para ulama mengatakan itu bagian dari nash tentang wakaf. 

Ijtihad dilakukan secara bebas, serius, dinamis dan inovatif pasca Nabi Muhammad saw wafat sampai akhir abad ketiga hijriah. Zaman itu dibagi dalam dua priode fikih yaitu zaman sahabat pada abad pertama hijriah dan zaman kelahiran imam mazhab abad kedua sampai abad ketiga hijriah. 

Para sahabat melakukan ijtihad dengan metode sosialisasi-internalisasi yang relatif sangat terbuka, dinamis dan toleran. Setelah itu para imam mazhab melakukan ijtihad dengan metode mensistematisasi pendapat para sahabat dengan cara dan ukuran tertentu, yang akhirnya berkembang menjadi mazhab yang sampai sekarang bertahan hanya beberapa mazbab. Dan zaman ini dianggap berakhir ketika Ibnu Jarir al-Thabari sebagai ulama mujtahid mutlak terakhir wafat pada awal abad keempat. (Prof Dr Al-Yasa Abubakar, MA)

Wakil Presiden RI KH Dr Ma’ruf Amin dalam tulisannya awal 2021 mengungkapkan kembali dengan tema: “Transformasi Wakaf Indonesia Menuju Wakaf Produktif” dan juga tulisan Hendri Tanjung, anggota Badan Wakaf Indonesia (BWI) dengan tema “Gerakan Nasional Wakaf Uang. Saya kira tema ini momentum tepat saat Indonesia dan dunia dilanda krisis akibat pandemik yang belum tahu kapan berakhir.

Wakaf adalah salah satu sumber pendapatan dalam ekonomi Islam yang belum optimal dikembangkan, padahal merupakan pranata sosial keagamaan yang berkaitan simetris secara fungsional dalam usaha penyelesaian masalah-masalah sosial ekonomi kemanusiaan. Wakaf yang merupakan salah satu instrumen sosial ekonomi, berperan penting dalam mewujudkan perekonomian nasional yang baik, secara sosial mempunyai peran dalam segala kondisi perekonomian.  Kehadiran wakaf secara ekonomi juga meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Dari sudut pandang fikih berbeda pendapat para ulama tentang arti wakaf secara istilah. Mereka mendefinisikan wakaf dengan definisi yang beragam sesuai dengan perbedaan mazhab yang mereka anut. Hal ini menimbulkan akibat hukum berbeda. Persepsi pada tata cara pelaksanaan wakaf dan yang berkaitan dengan wakaf, misalnya syarat serah terima, atau kedudukan  pemilik wakaf (wakif) dan lain-lain.

Ketika mendefinisikan wakaf, para ulama merujuk kepada para imam mazhab, seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan Ahmad Hambal, dan berbagai pandangan tentang wakaf menurut istilah sebagai berikut:

Menurut Abu Hanifah, wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum tetap milik wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebaikan. Berdasarkan definisi itu, pemilikan harta wakaf tidak lepas dari wakif, bahkan ia dibenarkan menarikntya kembali dan boleh menjualnya, karena yang lebih kuat menurut Abu Hanifah wakaf hukumnya jaiz (boleh), tidak wajib, sama halnya dengan pinjaman (pinjam meminjam). Kesimpulannya, kepemilikan harta wakaf tidak lepas dari pemiliknya, malah dapat mengambil dan menjualnya,  artinya konsekuensi wakaf hanya kontribusi manfaat saja.

Menurut Malikiyah, wakaf adalah pembuatan wakif yang menjadikan manfaat hartanya untuk digunakan oleh mustahik (penerima manfaat wakaf) walaupun yang dimiliki itu berbentuk upah; atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan menggunakan lafaz wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu dari penggunaan secara kepemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar sedang benda itu tetap menjadi milik wakif. 

Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa tertentu, dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal (selamanya). Dengan kata lain, wakif menahan benda dari penggunaan secara pemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar sedang benda itu tetap menjadi milik wakif. Perwakafan menurut Malikiyah berlaku suatu masa tertentu dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal (selamanya).

Menurut Imam Syafi’i dan Ahmad Hambal, wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif setelah sempurna prosedur perwakafan baik menjual, menghibahkan atau mewariskan kepada siapapun. Bahwa harta wakaf terlepas dari penguasaan wakif dan harta wakaf harus kekal, serta dimanfaatkan pada sesuatu yang diperbolehkan oleh agama, seperti perlakuan pemilik dengan cara memindahkan kepemilikannya kepada yang lain, baik dengan tukaran (tukar-menukar) atau tidak. 

Jika wākif wafat, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya, menyalurkan manfaat harta yang diwakafkannya kepada “mauqūf alaih” (yang diberi wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, dimana wākif tidak dapat melarang penyaluran sumbangannya tersebut. Apabila wakif melarangnya maka Qādhī berhak memaksanya agar memberikannya kepada mauqūf alaih. Karena itu, mazhab Syafi’i mendefinisikan wakaf adalah, “Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda yang berstatus sebagai milik Allah Swt, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial)”.

Pengertian tentang wakaf dapat diartikan, wakaf ialah menyediakan suatu harta benda yang dipergunakan hasilnya untuk kemaslahatan umum. Harta itu sendiri ditahan atau dilakukan dan tidak dapat dilakukan lagi pemindahan. Selanjutnya wakaf tersebut tidak dapat diakhiri, karenanya harta yang dijadikan wakaf tersebut tidaklah habis akibat dipakai, sekalipun faedahnya harta itu diambil, tubuh benda itu masih tetap ada. Benda yang diwakafkan tidak lagi menjadi hak milik yang mewakafkan dan bukan pula milik tempat menyerahkan, tetapi menjadi milik Allah.

Menurut UU Nomor 44 tahun 2004 tentang wakaf, wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.  

Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud pada Pasal 28 UU di atas dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataan kehendak wakif yang dilakukan secara tertulis (ayat 1), wakaf benda bergerak berupa uang diterbitkan Sertifikat Wakaf Uang (ayat 2), Sertifikat Wakaf Uang diterbitkan dan disampaikan oleh Lembaga Keuangan Syariah kepada wakif sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf (ayat 3), dan Wakaf Benda Bergerak Berupa Uang, diatur pada pasal 29 ayat 1, 2 dan 3.  

Wakaf uang adalah menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa hilang benda atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, menghibahkan, atau mewariskannya) untuk digunakan hasilnya pada sesuatu yang dibolehkan  (tidak haram) kepada pihak yang ada (Fatwa MUI tentang Wakaf Uang dan lihat Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah (Beirut: Dar al-Fikr, 1983, vol III), hlm 28)

Dari bermacam definisi wakaf di atas, dapat disimpulkan bahwa wakaf menyangkut tiga hal, pertama pemisahan harta untuk dimanfaatkan hasilnya untuk umum sebagai perbuatan hukum, kedua wakaf dilakukan dalam bentuk benda tetap dan benda bergerak dan ketiga tempo wakaf selamanya atau waktu tertentu.*

Editor: smh

Penulis, Dosen FEBI Proram Studi Ekonomi Syariah UIN Ar-Raniry, Mahasiswa Fiqh Modern Pasca Sarjana UIN Ar-Ranir, DPS Koperasi Serambi Indonesia dan Ketua Koperasi Malem Dagang Syariah. Email: jalaluddin.hoessien@ar-raniry.ac.id

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel