Wakaf Menurut Orang Awam

Wakaf Menurut Orang Awam
Share

Oleh : Juariah Anzib, S.Ag

Sambil menunggu pinger print pulang sekolah, kami beberapa guru berdiskusi tentang pandangan wakaf menurut orang awam. Seorang teman, Murdani SPd, mengatakan dia mendapatkan beberapa informasi dalam masyarakat tentang wakaf. 

Kaum awam adalah masyarakat yang kurang berpengetahuan, baik pendidikan umum maupun agama. Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak mengikuti perkembangan zaman dan teknologi. Urusan sehari-hari hanya mencari kebutuhan hidup semata, dan kurang motivasi untuk hidup lebih maju. 

Menurut masyarakat  mereka, kata Murdani, wakaf merupakan amalan yang tidak ada bedanya dengan sedekah biasa. Mereka beranggapan menjadi wakif suatu kebanggaan saja, hingga terkadang setelah memberikan wakaf sering menyebut-nyebut dengan bangga. Merasa lebih hebat dari orang yang tidak berwakaf. Ini terjadi karena mereka tidak mengetahui makna wakaf yang sesungguhnya. 

Kurangnya pengetahuan agama menjadikan mereka taklid, yaitu melakukan apa yang orang lain kerjakan tanpa pengetahuan dan tidak mengetahui manfaatnya. Ada orang yang memiliki harta, namun tidak berupaya menjadi wakif, karena khawatir hartanya berkurang dan habis. Padahal sebenarnya itulah harta yang menjadi milik kita seutuhnya, dan menjadi teman di alam kubur. Bahkan karena tidak mengetahui hukum wakaf, harta yang sudah diwakafkan ditarik kembali oleh ahli waris wakif.

Peristiwa tersebut sering terjadi dalam masyarakat. Bahkan timbul sengketa antara nazir dengan keluarga wakif. Menyepelekan hukum dan menganggap itu hal biasa. Solusi yang dapat ditempuh salah satunya dengan pendalaman ilmu agama, khususnya tentang wakaf. Wakaf merupakan amalan yang memiliki keistimewaan luar biasa. Wakaf tentu berbeda dengan sedekah biasa, karena wakaf mendapatkan kelebihan berupa pahala jariah. Wakaf haruslah abadi, dan tak boleh diwarisi. 

Bagi masyarakat awam, wakaf dianggap sedekah sebagaimana lainnya, hingga bisa menarik kembali kapan saja dikehendaki. Padahal wakaf telah menjadi milik umat sebagai harta agama untuk kepentingan bersama. Bagi yang tidak mengetahuinya tentu saja akan berbuat sesukanya tanpa berpikir panjang. Wakaf ibarat pohon yang tetap ada, sementara yang dimanfaatkan adalah buahnya. Dia akan terus menerus ada sepanjang hartanya masih dimanfaatkan.

Islam menganjurkan menuntut ilmu tanpa batas waktu dan umur. Apalagi sekarang banyak tempat-tempat pengajian bertebaran dimana-mana. Seharusnya umat Islam menyempatkan diri berbagi waktu mengikuti pengajian, agar tidak tergolong orang-orang jahil yang selalu mengumpulkan harta untuk disimpan. Harta yang tidak dapat dipertanggungjawabkan akan menyeret kita ke dalam neraka. Alangkah beruntungnya orang yang berpendidikan agama hingga mampu mengelola hartanya dengan baik dan sebagian digunakan untuk fisabilillah.

Bila diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari, praktik zakat, infak dan sedekah lazim dilakukan. Seperti masyarakat membayar zakat padi, sumbangan masjid dan dan berinfak untuk yayasan sosial. Bersedekah pun hampir tiap hari kita laksanakan. Namun wakaf belum menjadi gaya hidup. Hal ini terjadi karena masyarakat awam belum memahami pentingnya wakaf dan dampaknya terhadap perwujudan keadilan sosial. 

Jadi ada baiknya kita membantu masyarakat awam mempelajari wakaf, agar tidak lagi timbul salah penafsiran dan tidak ragu menjadi wakif. Beramal tanpa ilmu bisa saja sia-sia. Dunia semakin maju, pengetahuan semakin canggih, maka jangan sampai tergilas zaman, dan tertinggal informasi dan pengetahuan, termasuk tertinggal tentang perkembangan pengelolaan wakaf yang semakin maju dan modern.

Editor: smh

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel