Pengelolaan Wakaf Harus Sesuai Peruntukannya

Pengelolaan Wakaf Harus Sesuai Peruntukannya
Share

 Oke edit smh wakaf news ----


Oleh: Juariah Anzib S. Ag

Wakaf merupakan suatu amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam. Namun demikian, dalam berwakaf harus mengetahui tata cara berwakaf dan penggunaannya secara baik dan benar. Menyelewengkan harta wakaf dapat mengakibatkan murka Allah dan dosa besar. 

Dalam pengajian dengan Teungku Mukhtaruddin Lamtadok di Dayah Darul Wasilin Al Amiriah  Lamtheun Aceh Besar mengatakan, seseorang yang mewakafkan hartanya untuk masjid, tidak boleh digunakan selain untuk kepentingan masjid. “Menggunakan wakaf masjid untuk kepentingan lain dapat disebut penyelewengan,” kata Mukhtaruddin. 

Sebagai contoh, seorang wakif yang mewakafkan air PDAM yang peruntukannya untuk bersuci atau berwudhuk bagi jamaah masjid, tidak dibenarkan memakai air selain itu, seperti mencuci atau mengambil air untuk menyiram tanaman di luar pekarangan masjid. 

Demikian juga wakaf pohon yang peruntukannya untuk masjid, tidak boleh dipetik dan dikonsumsi orang selain untuk kepentingan masjid. Sebagai contoh, bila sedang gotong royong membersihkan masjid, pekerja gotong royong dibenarkan memetik kelapa wakaf masjid untuk dikonsumsi. 

Namun jika bukan kegiatan masjid dan tiba-tiba saja datang orang yang tidak berkaitan dengan masjid memetik dan mengkonsumsinya, maka itu haram hukumnya.  “Tetapi dia harus diberi harga dan membayarnya sesuai harga buah. Uang hasil buah  tersebut digunakan untuk kepentingan masjid,” kata Mukhtaruddin. 

Dalam bentuk apapun, wakaf yang peruntukannya untuk masjid, tidak boleh dimanfaatkan selain untuk keperluan masjid. Wakaf harus dikelola sesuai keperluan jamaah masjid, seperti rehab masjid, pengadaan fasilitas, atau kemakmuran pengajian di masjid. Kegiatan  Taman Pendidikan Al-Quran  (TPA) yang bertempat di masjid, dianggap komunitas masjid. 

Sedangkan harta wakaf yang peruntukannya untuk gampong (desa), boleh digunakan untuk keperluan bersama dengan ketentuan pemanfaatan seperlunya dan tidak mubazir. Tidak menggunakan secara berlebihan, karena harta itu milik umat,  maka harus dimanfaatkan untuk kepentingan agama dan umat. 

Pengelola harta wakaf atau nazir, tidak boleh mengambil keuntungan dari harta wakaf. Boleh menggunakan sekadar sebagai pengelola atau hak kerja. Seorang nazir, tentu harus memiliki pengetahuan tentang pengelolaan harta wakaf, agar tidak keluar dari ketentuan hukum syariat. Nazir tidak boleh berbisnis untuk mendapatkan keuntungan pribadi atas harta agama, tetapi harus mengembangkan harta wakaf sesuai peruntukan yang ditentukan oleh wakif. 

Nazir idealnya bekerja profesional memajukan wakaf,  sehingga mendapatkan “keuntungan bisnis” dari Allah Swt di yaumil kiamah nanti. 

Editor: smh

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel