Sejarah Wakaf Baitul Asyi

Sejarah Wakaf Baitul Asyi
Share


Oleh: Nurzaitun, S.Pd.I.

Saya ditemani suami dan anak menjumpai sosok yang dikagumi jama'ah haji, khususnya jamaah haji Aceh, 24 Januari 2021 lalu. Pertemuan kami berlangsung di Masjid Al-Faizin Lampeuneurut, Aceh Besar, pukul 17.05 WIB, setelah shalat ashar. Kami berjumpa Drs H Jamaluddin Affan, yang kerap disapa dengan Syeh Jamal Asyi. Dia orang Aceh asli, yang lama tinggal di Mekkah. Dia yang selalu menyerahkan uang hasil wakaf Baitul Asyi kepada jama'ah haji asal Aceh di Mekkah.

Orang pergi haji, lalu apa hubungannya dengan Baitul Asyi? Kita harus pahami dulu makna Baitul Asyi yang artinya rumah orang Aceh. 

Dulu, para saudagar atau pedagang di Aceh berinisiatif mengumpulkan sebagian rezeki untuk membeli tanah wakaf di Mekkah. Para saudagar dikomandoi oleh Habib Bugak. Dengan izin Allah SWT, uang berhasil dikumpulkan dan bisa membeli tanah disana. Untuk apa? Itulah nenek moyang orang Aceh dulu yang tidak hanya memikirkan diri mereka sendiri. Hidupnya selalu berpikir jauh ke depan, hingga anak cucu mereka hidup bahagia. 

Perjalanan ibadah haji tempo dulu tidak semudah sekarang. Berbulan-bulan perjalanannya. Bukan jalur udara, melainkan jalur laut, yang harus ditempuh dengan waktu yang cukup lama. Demi menyempurnakan rukun Islam yang kelima, mereka rela meninggalkan tanah kelahiran semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT. 

Mekkah pada  masa itu di bawah kekuasaan Turki Usmaniyah, belum ada Kerjaan Saudi. Juga belum ada Republik Indonesia. Pada masa tersebut, Aceh masih menganut sistem kesultanan. 

Uang yang dikumpulkan di Aceh dikirimkan melalui jama'ah yang berangkat melaksanakan ibadah haji. Dengan izin Allah SWT, rumah wakaf tersebut berhasil dibeli oleh orang Aceh di Kusyasyiyah, yang posisinya di dalam Masjidil Haram (sekarang ini). 

Seiring perjalanan waktu, Raja Su'ud memperluas Masjidil Haram. Kemudian tanah wakaf dan rumah milik orang Aceh dipindahkan lokasinya ke dua tempat, yaitu, di Ajiat bil Alila, yang jarak sekarang dengan Masjidil Haram hanya 300 meter. Masa itu, Habib Bugak belum berangkat ke tanah suci Mekkah. Dia masih bermukim di Aceh dan terus mengumpulkan uang dari para saudagar kaya dan dikirimkannya uang tersebut setiap tahun melalui jama'ah haji. Tanah wakaf bersama tersebut berkembang pesat dan barulah Habib Bugak pergi ke Mekkah. 

Kemudian, tokoh-tokoh pengelola wakaf ada yang pulang kembali ke kampung halaman dan ada pula yang telah menghadap Sang Pencipta.  Berikutnya pihak pemerintahan Arab Saudi yang dipelopori oleh Kabilah Su'ud dari Nazran, Riyadh, mengatakan bahwa sistem kerajaan berbeda dengan kekhalifahan Turki Usmaniyah. Menurut sistem Kerajaan Arab Saudi, seluruh wakaf yang ada harus didata kembali dan harus ada nama yang tercatat pada pusat wakaf dan disimpan oleh negara di Mahkamah Syar'iyah. 

Pihak kerajaan Saudi melihat banyak sekali nama yang tertera pada tanah wakaf orang Aceh. Lalu memanggil tim wakaf supaya mencantumkan satu nama saja dari perwakilan wakif. Pihak pengelola wakaf sepakat dan menunjuk yang tertinggal dan tertua dari kalangan mereka. Terpilihlah Habib Bugak. Kemudian nama dia tertulis di dalam lembaran negara Arab Saudi. 

Awalnya Habib Bugak menolak namanya terpilih. Karena dia khawatir terjadi perebutan harta diantara anak cucunya kelak. Kemudian dibuatlah syarat: Pertama, wakaf Baitul Asyi diperuntukkan kepada jama'ah haji Aceh, yang tinggal di Aceh dan KTP Aceh.  Kedua, diperuntukkan kepada penduduk Mekkah keturunan Aceh dan tinggal di Mekkah.  

Ketiga, diperuntukkan kepada mahasiswa yang menuntut ilmu di Mekkah yang tidak dibiayai (tidak mendapat beasiswa)  dari pemerintah. Itulah syarat yang ditulis dan diserahkan kepada Kerajaan Arab Saudi. Wakaf Baitul Asyi kini berusia 250 tahun. 

Demikianlah sejarah Baitul Asyi sebagai bentuk kesadaran orang Aceh untuk berwakaf dan bentuk kepedulian terhadap orang Aceh yang melaksanakan ibadah haji, yang manfaatnya dirasakan orang Aceh sekarang dan nanti, dalam waktu yang tak terbatas. Baitul Asyi adalah inspirasi yang tak ternilai harganya.*

Editor: smh

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel