Wakaf Tunai

Wakaf Tunai
Share

 

Oleh: Tgk. H. Abdul Gani Isa

Ketua BWI Perwakilan Aceh

A. Latar Belakang Masalah

Dalam perkembangan terakhir saat ini, wakaf semakin diminati banyak kalangan di masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam. Tentu ini membuat kita berbesar hati  karena hal tersebut merupakan momentum positif untuk dijadikan sebagai pintu masuk gerakan kesadaran berwakaf yang lebih intensif kepada masyarakat. 

Para Nadzir, Pemerintah, dan Badan Wakaf Indonesia terus  menjalin kalaborasi dalam upaya menggerakkan pengembangan literasi wakaf dan ajaran berwakaf kepada masyarakat, sampai pada akhirnya diluncurkan, Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) sebagai dimulainya penggalakan kampanye wakaf yang lebih massif, terstruktur dan sistematis. 

Selama ini, diketahui pula bahwa asset wakaf di Indonesia cukup banyak, terutama benda-benda tidak bergerak, berupa tanah dan bangunan yang sering diistilahkan dengan 3 M (masjid, madrasah, dan makam). Aceh disebutkan menduduki rangking kelima  terbanyak tanah wakaf di Indonesia. Namun menurut data yang ada masih banyak tanah-tanah tersebut yang pasif (nganggur), sedikit sekali yang sudah diproduktifkan oleh para Nadzir.  

Seiring dengan perkembangan zaman dan dalam upaya menghimpun dana umat berbasis syariat, yang dinilai memiliki potensi dahsyat melebihi wakaf benda tidak bergerak. Melalui dinamika yang sistematis yaitu ijtihadi, muncullah pemikiran untuk berwakaf dengan “uang”. Yang juga disebut dengan “wakaf tunai”. Uang bersifat lebih fleksibel dan tidak mengenal batas wilayah pendistribusian.

B. Batasan Pengertian

Dalam Islam setidaknya dikenal ada empat term yang tidak asing lagi  dalam masyarakat muslim yaitu Zakat, Infak, Sedakah dan Wakaf. Tulisan ini membatasi diri, khusus membahas tentang “Wakaf ” sesuai judul di atas.

Dalam pengertian etimologi (lughah), wakaf berarti berhenti, berdiam di tempat, menahan atau mencegah melakukan sesuatu.  Wakaf dengan arti menahan ini juga dijelaskan dalam kamus Al-Munjid sebagai Waqfuddaari ay habsuhaa fii sabiilillah (mewakafkan rumah), maksudnya menahan rumah untuk (kepentingan) agama Allah. Waqafahu anisyayi ay barang wakaf tidak harus lepas dari kepemilikan pewakaf mana’ahu anhu. (Ia mewakafkannya dari sesuatu), maksudnya ia mencegahnya dari sesuatu).  Rasulullah SAW, juga menggunakan kata al-habs untuk wakaf artinya menahan, yaitu menahan suatu harta benda yang manfaatnya digunakan untuk kebajikan dan dianjurkan agama. 

Pengertian wakaf di Indonesia cenderung bersesuaian dengan  definisi yang dikemukakan dalam madzhab Syafii. Untuk jelasnya, dapat dilihat  dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28Tahun 1977 Pasal 1 (1) yang berbunyi: “Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaaannya  yang berupa tanah milik  dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam. 

C. Wakaf Tunai

Wakaf tunai (cash waqf) yaitu wakaf dalam bentuk uang tunai, masih belum dipraktekan dalam kehidupan Rasulullah dan para sahabat. Dalam sejarah kenabian dan sahabat, kita hanya mendapatkan kasus wakaf berupa sumur atau tanah seperti dalam kasus Umar bin Khatthab. Dalam berbagai hadits Nabi yang menjelaskan wakaf, kita  dapat mengetahui bahwa benda wakaf didominasi oleh tanah dan bangunan. Karena itu wajar bila di kalangan para ulama masih terjadi silang pendapat (ikhtilaf) tentang wakaf uang.

Namun ada beberapa tulisan antara lain, sebagaimana  dikutip  oleh  Daud  Ali,  bahwa Muhammad bin Hasan Assyaibani, salah seorang murid dan sahabat dekat Abu Hanifah,   memiliki   pendapat   yang   membolehkan      wakaf dengan uang.   Hanya saja pada masanya masih jarang diterapkan. Pada masa itu, orang masih banyak berwakaf dengan tanah/benda tetap (fixed asset). 

Muhammad bin Abdullah al-Anshari, murid dari Imam Zufar (sahabat Abu Hanifah) berfatwa tentang bolehnya berwakaf  dalam bentuk uang kontan; dirham atau dinar, dan dalam bentuk komoditi yang ditimbang atau ditakar (seperti makanan gandum). Bagi kalangan yang  tidak setuju dengan pendapat tersebut, mempertanyakan keabsahannya.  

Terhadap pertanyaan dan sanggahan ini Al-Anshari menjelaskan dengan mengatakan, ”Kita investasikan dana itu dengan cara mudharabah, dan labanya kita sedekahkan. Kita jual benda makanan itu, harganya kita putar dengan usaha mudlarabah kemudian hasilnya disedekahkan”. 

Istilah wakaf tunai (cash waqf) baru dikenal luas sejak dipopulerkan oleh seorang pemikir Bangladesh, A.Mannan. Sejak itulah istilah wakaf tunai menjadi populer di dunia Islam, termasuk di kalangan umat Islam Indonesia.   Mannan mendirikan sebuah badan bernama Social Investment Bank Limited (SIBL) di Bangladesh.Lembaga ini memperkenalkan produk sertifikat wakaf tunai (cash waqf certificate) yang pertama kali dalam sejarah perbankan. SIBL menggalang dana dari orang kaya untuk dikelola dan keuntungan pengelolaan disalurkan kepada rakyat miskin.

Menurut  Syafii  Antonio,  dalam  catatan  sejaah  Islam,  cash waqf ternyata sudah dipraktekkan sejak awal abad kedua hijriyyah.  Ia berargumentasi dengan sebuah riwayat dari imam Bukhari, bahwa imam Azzuhri (wafat 124 H) salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al hadits memfatwakan, dianjurkan wakaf dinar dan  dirham  untuk  pembangunan  sarana  dakwah,  sosial  dan pendidikan umat Islam. Adapun caranya adalah dengan menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf.

D. Wakaf Tunai Menurut Ulama Madzhab

1. Pendapat Para Ulama

Untuk memperdalam analisa tentang hukum wakaf tunai ini, maka sebaiknya kita menganalisa pendapat ulama tentang benda wakaf. Benda wakaf menurut para fuqaha dan hukum positif dalam beberapa hal adalah sama, yakni kemestian benda wakaf itu bermanfaat  dan  bernilai  ekonomis,  dalam  arti  sesuatu  yang  dapat diperjualbelikan,  tahan  lama,  baik  bendanya  maupun  manfaatnya. Dan manfaatnya dapat diambil oleh si penerima wakaf (mustahiq).  Wakaf uang atau wakaf tunai dimaksudkan di sini adalah menjadikan  sejumlah uang tunai menjadi mauquf.

Madzhab Hanafi berpendapat bahwa benda wakaf harus berbentuk   harta   berharga   berupa   iqar   (tanah   atau   bangunan). Menurut mereka, tidak sah wakaf benda bergerak, sebab syarat kebolehan  wakaf  adalah  kekekalan  benda wakaf,  dan  hal  itu  tidak terealisasi dalam benda bergerak karena dimungkinkan rusak. Akan tetapi mereka membolehkan wakaf benda bergerak ketika mengikuti benda yang tidak bergerak. Atau jika adat kebiasaan telah berlaku dengan wakaf benda bergerak misalnya mewakafkan buku atau perangkat jenazah.  

Menurut Abu Hanifah, tidak boleh mewakafkan kuda dan senjata di jalan Allah sebab ia merupakan benda bergerak dan adat kebiasaan tidak memberlakukannya sebagai benda wakaf. Sedangkan menurut Abu Yusuf dan Muhammad, boleh mewakafkannya.  

Sementara  madzhab  Maliki  mensyaratkan  benda  wakaf berupa benda milik pribadi yang tidak bercampur dengan hak orang lain. Mereka menganggap sah wakaf binatang untuk dikendarai atau dimanfaatkan untuk keperluan lain. Dan juga mereka membolehkan wakaf dengan makanan, serta dinar dan dirham. Pendapat madzhab Maliki  inilah  yang  relevan  untuk  dijadikan  rujukan  dalam membolehkan   wakaf   uang.   Pada   zaman   tersebut,   umat   Islam memakai  mata  uang  dinar  dan  dirham.  Sedangkan  pada  zaman modern ini, umat Islam sudah menggunakan berbagai mata uang. Karena itulah wakaf tunai hukumnya dibolehkan, bahkan termasuk dalam wakaf yang dianjurkan dalam Islam.

Sedangkan madzhab Syafii memberikan penekanan pada kekekalan manfaat, baik harta wakaf itu berupa benda tidak bergerak, benda bergerak maupun benda milik bersama.Dalam kitab Tuhfatuththullab dinyatakan bahwa barang yang kekal manfaatnya, sah   diwakafkan   dan   sah   wakaf   barang   tidak   bergerak,   barang bergerak dan barang milik bersama.  

Sementara itu madzhab Hambali mensyaratkan benda wakaf harus diketahui dan dimiliki yang dapat diperjualbelikan yang bisa dimanfaatkan secara adat seperti disewakan. 

Dari penjelasan fuqaha di atas, jelas bahwa madzhab  Maliki  dan  pendapat  imam  Muhammad  bin  Hasan Assyaibani membolehkan wakaf dengan dinar dan dirham atau uang. Dengan demikian wakaf tunai selayaknya untuk disejajarkan dengan wakaf tanah dan bangunan dalam tinjauan hukumnya yaitu sunnah dan dianjurkan untuk dilakukan.

2. Wakaf  Tunai

Menurut Fatwa MUI

Untuk memperkuat argumentasi seputar kebolehan wakaf tunai,  maka  penulis  memaparkan  fatwa  MUI  tentang  wakaf  tunai. Pada tanggal 11 Mei 2002, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan fatwa tentang wakaf tunai yang kesimpulannya sebagai berikut:

2.1. Wakaf  uang  (cash  aqf/waqf  anuquud)  adalah  wakaf  yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.

2.2.    Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh). 

2.3. Wakaf   uang   hanya   boleh   disalurkan   untuk   hal-hal   yang dibolehkan secara syar’i.

2.4.  Nilai pokok wakaf uang  harus dijamin  kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan dan atau diwariskan. 

Fatwa MUI, kemudian diperkuat dengan lahirnya UU Nomor 41/2004 dan Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2006 tentang wakaf yang menyatakan bahwa uang termasuk bagian dari benda wakaf. Adapun definisi wakaf yang dimaksud dalam UU Nomor 41/2004 tentang wakaf pasal 1 ayat 1: Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Lebih lanjut, harta benda wakaf yang dimaksud oleh undang-undang tersebut terdiri dari benda bergerak dan benda tidak bergerak . Salah satu benda bergerak yang dapat diwakafkan adalah uang, yaitu  penyerahan secara tunai sejumlah uang wakaf dalam bentuk mata uang rupiah yang dilakukan oleh wakif kepada nazhir melalui lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang (LKS-PWU) yang ditunjuk oleh Menteri Agama atas saran dan pertimbangan Badan Wakaf Indonesia (BWI) yaitu berupa sertifikat wakaf uang yang diterbitkan oleh LKS-PWU dan disampaikan kepada wakif dan Nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.

E. Implementasi Cash Wakaf

1. Tingkat Pusat

a. BWI Pusat sudah  melakukan pendirian Rumah Sakit Mata Achmad Wardi di Serang, bekerjasama dengan Dompet Dhuafa. Dengan sharing dana 40-60. BWI mendapatkan  dana dari Cash Wakaf sebanyak 50 M

b. Kementerian Agama sudah melaunching “Wakaf uang” pada Desember 2020 lalu, dan mendapat sambutan positif dari ASN dan Pejabat Tingkat Pusat.

Alhamdulillah melalui Gerakan Nasional Wakaf Uang, yang sudah diluncurkan oleh Bapak Presiden pada 21 Januari 2021 lalu, diharapkan semangat dan motivasi berwakaf melalui Uangatau wakaf tunai semakin kuat, dan meningkat,Insya Allah.

2. Tingkat Daerah

a. Kemenag Kab. Aceh Tengah tiga tahun lalu sudah membuka maket mini yang diberi nama dengan “Ihmal Makert”. Sumber dananya dari wakaf uang/wakaf tunai para ASN 10 ribu/hari untuk selama jangka waktu satu tahun, dengan jumlah Karyawannya berkisar 700-800 orang.

b. Kemenag Kab. Aceh Barat, melalui wakaf uang/wakaf tunai 10 ribu /hari dari ASN, yang diperkirakan antara 700-800 orang, sudah membuka depot Air Isi Ulang, dan sudah dimulai pada 10 November 2020 lalu.

c. Kemenag Kabupaten Aceh Singkil juga sudah memulai Usaha Isi Ulang Air melalui paket bantuan Kementerian Agama Pusat dalam tahun 2020

d. Kemenag Kab. Aceh Tenggara, dalam tahun 2021 sudah membuka usaha “Penggemukan Sapi”, yang sumber dananya juga dari wakaf tunai para ASN setempat.

e. Kemenag Kabupaten Galus juga melalui Wakaf Tunai ASN sudah mulai membuka usaha penggemukan sapi, dalam tahun 2021, seperti halnya Aceh Tenggara.

f. Kemenag Kabupaten Bener Meriah sudah melakukan dua kegiatan, pertama, membuka Warung Wakaf Produktif dan kedua, Penanaman al-Pukat pada tanah wakaf seluas 1 (satu) ha, bersamaan dengan HAB Kemenag 3 Januari 2021. Dan pada saat Pelantikan Pengurus BWI, Bupati (Abuya Syarkawi) sudah menyatakan akan menghibahkan 250 ha tanah/lahan kosong, yang selanjutnya dijadikan sebagai tanah wakaf untuk BWI Bener Meriah untuk ditanami kopi, sebagai wakaf produktif.Insya Allah.

F. Penutup

1. Dari uraian di atas dapat menyimpulkan bahwa wacana wakaf tunai   ini   tergolong   baru   di   Indonesia.   Sejak   lama,   masyarakat terbiasa dengan berwakaf menggunakan tanah atau bangunan. Namun karena wakaf tunai ini sekarang cukup populer di dunia Islam, maka umat Islam Indonesia melalui BWI, bersama mitra, sudah memulai dengan berbagai produk antara lain, wakaf uang, CWLS, Kalisa, Akbari, dan lainnya.

2. Menurut pandangan berbagai pakar ekonomi, wakaf dengan memakai uang ini lebih mudah dan praktis dari pada berwakaf dengan tanah atau  benda tidak  bergerak lainnya. Saat ini tanah  wakaf bisa dibilang langka dan jarang. Apalagi di kota-kota besar yang harganya melangit. Harga tanah dan properti semakin melambung dan tinggi, sehingga umat Islam mengalami kesulitan ketika ingin berwakaf dengan  tanah.  Dengan  kemudahan  wakaf  uang,  maka  masyarakat dapat dengan mudah membelanjakan uangnya untuk diwakafkan di jalan agama.

3. Fikih muamalah klasik yang ada tidak sepenuhnya relevan lagi diterapkan, karena bentuk dan pola transaksi yang berkembang di era modern sedemikian cepat. Sosio ekonomi dan bisnis masyarakat sudah  jauh berubah disbanding kondisi di masa lampau, untuk itu dalam kontek ini diterapkan dua kaidah:

Pertama, memelihara warisan intelektual klasik yang masih relevan  dan membiarkan terus praktik telah ada di zaman modern, selama tidak ada petunjuk yang mengharamkannya. 

Kedua, pada dasarnya semua praktik muamalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya. 

4.Selain itu para ulama berpegang pada prinsip-prinsip utama muamalah , seperti prinsip bebas riba, bebas gharar,(ketidak jelasan dan ketidakpastian), dan tadlis, tidak maisir (spekulatif), bebas produk haram, dan praktik akad fasid/batil. Prinsip ini tidak boleh dilanggar karena telah menjadi aksioma dalam fikih muamalah.

5. Formulasi fatwa juga berpegang pada prinsip “mashlahah”. Dalam Ushul Fiqh telah populer kaidah “di mana ada mashlahah, maka di situ ada syariat Allah”. Watak mashlahah syar’iyyah  antara lain berpihak kepada semua pihak atau berlaku umum, baik maslahah bagi lembaga syariah, nasabah, pemerintah maupun masyarakat umum. Wallahu a’lamu Bish Shawab!

Catatan Kaki 

1. Peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang (GWNU) sudah dilaksanakan oleh Presiden RI Joko Widodo bersama Wakil Presiden  Ma’ruf Amin pada tanggal 25 Januari 2021 secara virtual di Istana Negara

2. Siapa Nadzir dan apa saja tugas-tugasnya, bisa dirujuk dalam buku Gani Isa, Wakaf dan Kesejahteraan Umat, 2021

3. Lihat Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir, Arab-Indonesia terlengkap, Pondok Pesantren  al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta, 1989. Hlm. 1683 

4. Louis Ma’luf, Al-Munjid, (Beirut: al-Katulikiyyah, 1937), 1014-1015

5. Lihat al-Jarjani Kitab at-Ta’rifat, Jeddah; hlm. 253

6. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf (Jakarta: UI Press, 2001), 76.

7. Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah (Beirut: Darul Fikr, 1992), 377.

8. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf  (Jakarta: UI Press, 2000), 18

9. Lihat Ibnu Abidin, Daarul Mukhtar, Daar ‘Alimul Kutub,  juzu’4 hlm. 363-364

10. Dian Masyitah, “Wakaf Tunai”, dalam Harian Pikiran Rakyat, Edisi 5 Agustus 2002, h. 15

11. Dian  Masyitah,  “Wakaf  Tunai”,  Harian  Pikiran  Rakyat,  Edisi  5 Agustus 2002, 15.

12. Syafii   Antonio,   Wakaf   Tunai   dan   Pendidikan   Islam,   dalam http://tazkiaonline.com, diakses tanggal 6 Maret 2003.

13. Ali Fikri, al-Mu’amalat al-Maaliyyah wa al-Adabiyyah (Kairo: Mustafa alhalabi, 1938), 157; Abdul Wahhab Khallaf, Ahkaamul waqf (Kairo: Maktabah Annashr, 1946), 39.

14. Zainuddin Ibnu Najim, al-Bahr Arraaiq..., 187.

15. Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu..., 7635.

16. ZakariaAl-Ansari, Tuhfatutthullab..., 86

17. Abu  Zahrah,  Muhadlarat  Fi  alwaqf  (Kairo:  Darul  Fikr  al-Arabi, 1971), 20.

18. Wakaf uang adalah wakaf berupa uang dalam bentuk rupiah yang dikelola secara produktif, hasilnya dimanfaatkan untuk mauquf alaih. Sementara wakaf melalui uang adalah wakaf dengan memberikan uang untuk dibelikan/dijadikan harta benda tidak bergerak atau harta benda bergerak sesuai yang dikehendaki wakif atau program/projek yang ditawarkan kepada wakif, baik untuk keperluan social maupun produktif/investasi.

19. http://mui.or.id, diakses 14 Agustus 2004.

Editor: smh

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel