Manajemen Risiko Wakaf

Manajemen Risiko Wakaf
Share

Oleh: Setiono Winardi, SH, MBA

Konsultan Bisnis Syariah dan Pegiat Wakaf 

Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur atau metodelogi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan pemberdayaan atau pengelolaan sumberdaya, yang berdasarkan pada Al Quran atau Sunnah. 

Allah Swt berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu". (QS Al-Hujurat 49: 6)

Kebutuhan manajemen risiko wakaf, muncul karena ramainya ajakan untuk berwakaf "uang" kepada umat Islam dalam memberdayakan potensi ekonomi bangsa dan negara yang disuarakan oleh institusi pemerintah dan swasta (non-government organization) untuk membiayai berbagai proyek dalam bentuk pembangunan infrastruktur atau fasilitas usaha yang diselenggarakan dengan tujuan menciptakan pertumbuhan ekonomi mikro dan makro.  

Alasan lain, tidak pedulinya umat Islam dalam pengembangan ilmu pengetahuan dengan platform Al Quran dan Sunnah. Sementara literasi tentang manajemen risiko yang digunakan selalu berpedoman bacaan sekuler dan non Islam, seperti manajemen risiko yang banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan jasa keuangan dan non jasa keuangan, baik syariah dan konvensional yang dikenal sebagai ISO 9001-2015, sebagai perubahan pada ISO 9001-2008, dan lebih spesifik dimuat dalam ISO 31000-2015.

Islam sebagai ajaran yang rahmatan lil alamin berbasis Al Quran dan Sunnah, merupakan pedoman sampai akhir zaman, berisikan tentang tauhid dan fikih, sudah lengkap dan sempurna, sehingga nazir harus mengikuti pedoman yang berasal dari luar Al Quran dan Sunnah. Apabila keluar dari ajaran Al Quran dan Sunnah adalah pengingkaran yang nyata dan berakibat terhadap batalnya keimanan kepada Islam.

Praktik yang diterapkan di dalam manajemen resiko menurut Islam, pada dasarnya hampir tidak memiliki perbedaan dengan praktik manajemen resiko sekuler (Barat), kecuali pada hal-hal yang masih terlibat dan berhubungan dengan hal-hal ribawi, sementara hal-hal yang berorientasi pada obyek yang dipertanggungkan (dijaminkan) atau obyek wakaf, proses bisnis yang dijalankan pada pengelolaan usaha atau aset yang dijaminkan; analisa dan identifikasi ancaman (perils dan hazards) yang melekat pada obyek yang dipertanggungkan termasuk bisnis dan pengelolaannya, memiliki kesamaan.

Manajemen risiko wakaf  bersifat lebih khusus, karena nazir melakukan berbagai analisa yang lebih mendalam antara lain atas perolehan harta wakaf, siklus hidup usaha yang dijalankan dengan memanfaatkan harta wakaf, termasuk investasi atau pembiayaan pada usaha yang dijalankan dengan melibatkan harta wakaf, siklus hidup manajemen keuangan seperti revenue penjualan barang/jasa, kas bank, metode pembayaran kepada pihak ketiga (mitra nazir), pembelian bahan baku atau material penunjang produksi, barang stok, metode pengelolaan dan pengadaan barang, harus sesuai dengan standar Al Quran dan Hadits.

Pedoman dalam manajemen risiko wakaf  meliputi dan tidak terbatas pada: Pertama, bebas dari riba, sebagaimana disebutkan dalam Al Quran, "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung." (QS Ali 'Imran 3: 130).  Firman Allah lainnya, "Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan)." (QS Al-Baqarah 2: 279). Ini  indikasi bahwa dalam mengelola resiko diwajibkan untuk menjauhi hal-hal yang diharamkan Allah Swt dan Rasulullah saw.

Kedua, bebas dari gharar, berdasarkan pada Al Quran, "Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui." (QS Al-Baqarah 2: 188). 

Firman Allah Swt, "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu." (QS An-Nisa' 4: 29). Ini larangan untuk melakukan penipuan.

Ketiga, bebas dari spekulasi, berdasarkan firman Allah Swt, "Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung." (QS Al-Ma'idah 5: 90).  

Sabda Rasulullah saw: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli hashah (hasil lemparan kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari jual beli gharar (mengandung unsur ketidak jelasan)”. (HR Muslim no. 1513).

Pengelolaan risiko wakaf  juga meliputi proses bisnis dengan memperhatikan siklus hidup uang yang berasal dari uang masuk (injeksi) ke dalam bisnis.  Selanjutnya menciptakan keuntungan, sementara uang pokoknya tetap dan terus berputar sampai jangka waktu yang disepakati (tertentu). 

Sementara yang berubah atau menjadi bagian dari; asset bergerak dan berasal dari pembiayaan, penggantian, jual beli; surat berharga; pinjam meminjam uang; sewa menyewa dan bagi hasil. Yang masih menjadi perhatian dalam manajemen resiko yaitu asset tidak bergerak, berupa  tanah bersertifikat dan tanah dengan tanda bukti lainnya.

Platform lainnya dalam manajemen risiko Islam, menitik beratkan pada aktivitas perolehan dana, yaitu aktivitas untuk mendapatkan sumber dana, baik dari sumber dana internal maupun sumber dana eksternal perusahaan. Sabda Rasulullah saw, “Akan datang kepada manusia suatu zaman di mana seseorang tidak peduli apa yang dia ambil, apakah dari hasil yang halal atau yang haram.” (HR  Al-Bukhari dan An-Nasa’i dari hadits Abu Hurairah, Shahih At-Targhib no. 1722). 

Dari Abu Bakr Ash-Shiddiq beliau bersabda, "Tidak akan masuk ke dalam surga sebuah jasad yang diberi makan dengan yang haram.” (HR  Abu Ya’la, Al-Bazzar, Ath-Thabarani dalam kitab Al-Ausath dan Al-Baihaqi, dan sebagian sanadnya hasan. Shahih At-Targhib 2/150 no. 1730).

Manajemen risiko wakaf memperhatikan aktivitas pengelolaan aktiva, yaitu setelah dana diperoleh dan dialokasikan dalam bentuk aktiva, dana harus dikelola seefisien mungkin, sebagaimana dinyatakan dalam Al Quran,  "Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros." (QS Al-Isra' 17: 26).

Manajemen resiko wakaf memiliki tolak ukur kinerja yang berorientasi pada obyektifitas pengelolaan keuangan sebagaimana tercantum dalam Al Quran, "Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanah-amanah dan janjinya," (QS Al-Mu'minun 23: 8).  "Mereka itulah orang yang akan mewarisi".  (QS Al-Mu'minun 23: 10).

Jadi dengan menerapkan manajemen risiko wakaf pada pengelolaan harta wakaf, maka nazir telah menjalankan amanat dan bertugas sesuai dengan sistem pemerintahan Islam, sesuai dengan wasiat Rasulullah saw yang berlandaskan pada Al Quran dan As Sunnah dalam menyelamatkan umat Islam di dunia dan akhirat kelak. 


Editor: smh

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel