Merger dan Akuisisi Wakaf

Merger dan Akuisisi Wakaf
Share

 


Oleh: Setiono Winardi, SH, MBA

Konsultan Bisnis dan Pegiat Wakaf 

Tanah merupakan salah satu faktor penting perekonomian, kemudian diikuti dengan faktor-faktor lainnya, seperti modal (kapital) dan keterampilan yang dimiliki oleh sumber daya manusia untuk mengelola kegiatan perekonomian yang berasal dari organisasi profit maupun non-profit.  Namun, di dalam pengelolaan sumber daya perekonomian  memiliki potensi penyimpangan, terutama berkaitan dengan tanah. Pengelola sumber daya ekonomi ini memiliki kemampuan keuangan, sehingga bisa melakukan berbagai cara manipulasi untuk mengaburkan fungsi dan tujuan tanah wakaf melalui tindakan merger dan akuisisi.  

Hal ini terjadi karena pada umumnya nazir bukan enterpreneur, tetapi lembaga nazir kebanyakan sebagai tempat penampungan orang-orang yang seharusnya menjalani masa pensiun, tanpa terlibat dan memikirkan persaingan usaha dengan berbagai liku-liku persoalan yang dihadapi.

Merger adalah proses penggabungan dua perusahaan atau lebih menjadi satu, dimana perusahaan tersebut mengambil dengan cara menyatukan saham berupa aset dan non aset perusahaan yang di merger. Sedangkan akuisisi adalah pembelian suatu perusahaan oleh perusahaan lain atau oleh kelompok investor dimana membeli sebagian besar atau seluruh saham perusahaan lain dengan tujuan untuk mengambil kendali.

Wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 pasal 1 adalah adalah perbuatan hukum wakif (pihak yang melakukan wakaf) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum sesuai syariah.

Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf, menyebutkan bahwa nazir yaitu pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.

Syarat menjadi nazhir wakaf menurut Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 2 tahun 2010, pasal 2 ayat 2 huruf g, dinyatakan bahwa nazir wajib memiliki kekayaan yang terpisah dengan harta benda wakaf untuk operasional nazir, yang seharusnya diperluas menjadi nazir yang mengelola harta wakaf uang dan tanah.

Dalam menjalankan suatu usaha, baik oleh organisasi profit dan non-profit, tindakan melakukan merger dan akuisisi yang dilakukan oleh satu organisasi terhadap organisasi lainnya sering terjadi guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas, sehingga tujuan organisasi memberikan manfaat yang besar dan berkelanjutan kepada stakeholders, pemilik, karyawan, lingkungan/masyarakat (kemaslahatan umat) dan pemerintah.

Dalam hal ini Allah Swt berfirman: "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya." (QS Al-Ma'idah 5: 2)

Untuk mencapai kepentingan sesaat melalui merger atau akuisisi suatu bisnis, tujuan wakaf atas sebidang tanah bisa saja menjadi kabur, abu-abu dan bahkan hilang, berubah menjadi suatu usaha yang ditujukan untuk memberikan manfaat berlebih bagi kelompok masyarakat tertentu, seperti pendiri, pengelola dan pemilik suatu organisasi profit baik yang ada atau tidak ada hubungan langsung.

Dengan kondisi demikian, peluang pemanfaatan tanah wakaf untuk memberikan keuntungan yang lebih besar, umat Islam yang berada di dekat lokasi tanah wakaf harus memberikan perhatian yang besar dengan cara mengawasi dan menjaga keuntungan (manfaat wakaf).  Manfaat wakaf harus tetap terjaga dan disalurkan kepada kemaslahatan umat dalam bentuk quantity dan quality, bahkan harus lebih meningkat bilamana adanya suatu organisasi profit yang melakukan kolaborasi dengan nazhir wakaf.

Tindakan nazir melakukan merger atau akuisisi adalah suatu perbuatan yang sah, tetapi dengan pembatasan bahwa tindakan hukum yang dilakukan saat merger dan akuisisi adalah untuk harta benda pribadi, tanpa melibatkan harta wakaf, baik benda tidak bergerak berupa tanah dan harta benda bergerak berupa uang. Dalam hal ini, perubahan harta wakaf dan manfaatnya, harus mendapat izin Badan Wakaf Indonesia. 

Semoga umat Islam yang perduli terhadap lembaga wakaf memberikan perhatian yang lebih bilamana adanya keterlibatan organisasi di luar nazir turut mengelola wakaf, terutama tanah. Selain itu, umat Islam hendaknya terus meningkatkan kemampuan hard dan soft skill dalam mengelola wakaf, sehingga tujuan mulia lembaga wakaf dapat tercapai sesuai harapan.

Editor: smh

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel