Gampong Lambheu Kelola Empat Persil Tanah Wakaf
Oleh: Juariah Anzib, S.Ag
Beramal saleh terkadang harus dipaksakan agar terbiasa. Jika sudah lazim, terasa ringan dan bahkan tanpa terasa. Namun jika tidak, akan terus menerus merasa sulit dan enggan beramal saleh. Merasa berat dan takut harta berkurang atau habis. Begitulah prilaku orang bakhil dan pelit.
Dunia sebenarnya adalah ladang beramal. Oleh karena itu, jika kita lalai, akan tergilas waktu yang semakin dekat menuju kubur. Dalam sebuah kisah Alquran disebutkan, seseorang yang telah meninggal dunia, minta kembali ke dunia walau sebentar saja hanya untuk berinfak dan bersedekah. Namun sayang, Allah tidak mengabulkannya. Hanya tinggal penyesalan yang tiada akhir. Mengapa ketika masih di dunia kita mengabaikan amal mulia ini. Menyesal karena tidak menafkankan hartanya di jalan Allah. Andaikan dapat kembali, sungguh seseorang akan menyumbangkan seluruh hartanya untuk berinfak dan bersedekah.
Kisah ini berkaitan dengan firman Allah dalam Alquran surat Al-Munafiqun ayat 10: “Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh”.
Berwakaf salah satu amalan yang hukumnya sunat muakkad. Amalan ini sangat dianjurkan Rasulullah dan beliau tidak pernah meninggalkannya. Alangkah baiknya jika kita tidak menyia-nyiakan kesempatan baik selagi masih ada waktu. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh para wakif di Gampong Lambheu, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar.
Ketika saya wawancarai Keuchik Lambheu, drh Syahrul HM di Kantor Desa Lambheu, (5/11/2021), ia menyampaikan, Gampong Lambheu mengelola empat persil tanah wakaf. Persil pertama terletak di Gampong Aron, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar. Tanah ini merupakan bekas tanah sawah yang tidak digarap lagi. Tanah dengan luas 400 meter ini, sekarang disewakan sebagai tempat parkir rumah pribadi warga Aron.
Tanah milik agama ini disewakan tahun 2014-2024. Dengan masa pemakaian selama sepuluh tahun. Biaya sewa tanah wakaf tersebut pertahun Rp 1 juta. Dengan masa sewa selama sepuluh tahun. Dengan begitu, jumlah uang sewa tanah tersebut Rp 10 juta. Jatuh tempo tiga tahun lagi. Demikian kata Syahrul.
Menurut dia, harga sewa tanah tersebut terlalu murah, namun semua telah terlanjur. Rencana ke depan pihaknya tidak menyewakan lagi, tetapi akan memanfaatkan tanah tersebut lebih produktif, sehingga dapat menghasilkan manfaat wakaf yang lebih besar, misalnya dengan membangun rumah sewa atau pertokoan.
Syahrul mengatakan, uang hasil sewa tànah Rp 10 juta itu telah diserahkan kepada Imam Menasah untuk dimanfaatkan sebagai biaya operasional Meunasah, seperti biaya perbaikan Meunasah, membeli Alquran, biaya kebersihan, dan juga hal-hal lain yang dianggap penting, yang berkaitan dengan kesejahteraan Meunasah dan jamaah.
Persil tanah wakaf kedua terletak di Dusun Bale Cut, Lambheu, dengan luas tanah 1.000 meter. Sebagian tanah tersebut sebelumnya digunakan sebagai kuburan umum. Namun sekarang penguburan telah dihentikan karena berada di tengah warga. Sedangkan yang tersisa sekitar 800 meter berbentuk lahan kosong. Pihak gampong sedang merencanakan pengembangan wakaf ini. Meskipun bentuk programnya belum konkret, namun Syahrul berharap wakaf ini dapat diproduktifkan.
Tidak jauh dari tanah tersebut, di dusun yang sama, terdapat sepetak tanah perkebunan dengan luas 700 meter. Di atas tanah tersebut telah dibangun dua unit rumah sewa tipe 36. Menurut Syahrul, rumah tersebut disewakan kepada warga dengan harga sewa perunit Rp 5,5 juta pertahun. Dari dua unit rumah tersebut, nazir menghasilkan keuntungan Rp 11 juta pertahun. Dana tersebut digunakan untuk operasional Meunasah di bawah tanggung jawab Imam Meunasah.
Selain rumah sewa, di atas tanah tersebut didirikan satu unit rumah Polindes. Namun karena bidan desa sering tidak di tempat, rumah tersebut sering kosong dan tidak terawat. Hal tersebut tentu berakibat rumah Polindes terbengkalai dan pada akhirnya mengalami rusak berat.
Persil tanah wakaf ketiga terletak di Dusun Poja Lambheu. Namun Syahrul menyebutkan, tanah tersebut dikelola Baitul Mal Gampong. Tanah yang memiliki luas sebesar 800 meter, sebagiannya terdapat beberapa kuburan indatu (nenek moyang) yang tidak dikenal lagi. Sedangkan di sebelahnya dibangun Balai Pengajian dengan kontruksi kayu.
Di samping balai pengajian dibangun tempat pengajian permanen yang lebih bagus dan luas. Tempat tersebut telah diaktifkan dengan berbagai kegiatan keagamaan, seperti pengajian, mulai tingkat anak-anak, perempuan dan pengajian kaum laki-laki dewasa. “Balai berkontruksi kayu tetap dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan,” kata Syahrul.
Persil tanah wakaf selanjutnya adalah komplek Menasah. Selain pertapakan Meunasah, juga satu persil tanah wakaf dengan ukuran luas 800 meter. Tanah tersebut dibangun gedung PKK sebagai tempat kegiatan kaum ibu. Di sampingnya terdapat gedung pemuda, tempat pertemuan para pemuda melakukan berbagai kegiatan kepemudaan.
Demikian aset dan pengelolaan tanah wakaf di Gampong Lambheu, semoga memotivasi kita untuk terus berwakaf dalam bentuk wakaf tanah, wakaf uang, atau wakaf melalui uang.
Editor: smh
0 Response
Posting Komentar