Peran Kepala KUA Kecamatan sebagai PPAIW

Peran Kepala KUA Kecamatan sebagai PPAIW
Share

Oleh: Tgk. H. Sulaiman, S.Ag, MSI

Kepala KUA Kec. Trienggadeng Kab. Pidie Jaya

Wakafnews.com -- Mewakafkan harta benda untuk kepentingan kebaikan adalah sangat dianjurkan dalam Islam, bahkan wakaf mendapat tempat yang agung di sisi Rasulullah saw, sebagaimana tersirat dalam sebuah hadis berikut:

Artinya: “Apabila seorang anak Adan (manusia) meninggal dunia, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara, yakni sedekah jariyah, atau ilmu yang diambil manfaatnya, atau anak saleh yang mendoakannya”. (HR Muslim dari Abu Hurairah) 

Para ulama menafsirkan, yang dimaksud dengan sedekah jariah adalah wakaf, sebab harta wakaf kekal ‘ainnya. Sedangkan maukuf ‘alaih hanya menerima manfaat dari hasil tanah wakaf tersebut yang diurus atau dikelola oleh nazir (pengurus) yang ditunjuk. Oleh karena ‘ain yang kekal dan hanya hasil saja yang dimanfaatkan, maka selama ‘ain harta wakaf itu masih ada dan masih bisa dimanfaatkan, pahala wakaf terus mengalir kepada wakif meskipun ia telah meninggal dunia. Sama halnya dengan ilmu yang bermanfaat dan anak yang saleh yang selalu mendoakannya.

Jadi ada dua jenis pahala yang diperoleh dari ibadah wakaf. Pertama, pahala mewakafkan, kedua pahala yang mengalir terus-menerus. Sedangkan sedekah biasa, hadiah atau hibah, hanya memperoleh pahala ibadah sedekah, hadiah atau hibah itu saja, dan harta itu bisa diperjual-belikan oleh yang menerima dan tidak mesti benda yang kekal ‘ainnya.

Setalah melengkapi syarat dan rukun wakaf, sehingga wakaf dianggap sah secara hukum Islam, satu lagi ketentuan yang harus diperhatikan, yaitu wakaf harus tercatat di instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia, sebab negara harus menjamin suatu kepastian hukum kepada warganya terhadap peristiwa atau tindakan hukum yang dilakukan oleh warganya, seperti halnya pernikahan, jual beli dan lainnya.

Untuk mencatat peristiwa wakaf yang sering disebut dengan ikrar wakaf pemerintah telah menunjuk Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) setiap kecamatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) sebagai pencatat peristiwa ikrar wakaf yang terjadi di wilayah kerjanya. 

Dalam pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf disebutkan, Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, selanjutnya disingkat PPAIW, adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh menteri untuk membuat akta ikrar wakaf. Kemudian dijelaskan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang disebutkan bahwa Kepala KUA sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW). 

Pasal 37 ayat (1) PP Nomor 46 Tahun 2006 tersebut berbunyi: “PPAIW harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah adalah Kepala KUA dan/atau pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf. Pasal (2) berbunyi: “PPAIW harta benda wakaf bergerak selain uang adalah Kepala KUA dan/atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Menteri”.

Dari regulasi tersebut sangat jelas, bahwa Kepala KUA Kecamatan diberikan tugas sebagai PPAIW untuk pencatat peristiwa ikrar wakaf. Jadi dengan adanya penunjukannya sebagai Kepala KUA, maka melekat pula kewenangannya sebagai PPAIW, sebagaimana halnya wali hakim yang melekat pada jabatan Kepala KUA, kecuali pejabat lain yang harus ditunjuk oleh menteri jika diberika tugas sebagai PPAIW.

Ikrar wakaf harus dilaksanakan di depan PPAIW dalam hal ini Kepala KUA, sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 pasal 17 ayat (1): “Ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada nazir di hadapan PPAIW dengan disaksikan oleh dua orang saksi.” Pasal (2) berbunyi: “Ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara lisan dan/atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW”.

Wakif juga harus menyerahkan surat-surat/dokumen atau bukti kepemilikan harta benda wakafnya itu kepada PPAIW, sebagaima tersebut dalam pasal 19 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, yaitu: “Untuk dapat melaksanakan ikrar wakaf, wakif atau kuasanya menyerahkan surat dan/atau bukti kepemilikan atas harta benda wakaf kepada PPAIW”.

PPAIW, disamping berwewenang sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, juga berkewajiban mendaftarkan harta wakaf tersebut ke Kantor Kementerian Agama dan BWI. PP Nomor 46 Tahun 2006 ayat (1) berbunyi: “PPAIW menyampaikan AIW kepada Kantor Kementerian Agama dan BWI untuk dimuat dalam register umum wakaf yang tersedia pada Kantor Kementerian Agama dan BWI”.

Selanjutnya, harta benda wakaf berupa tanah didaftarkan ke Kantor Pertanahan. Hal ini juga menjadi tugas PPAIW sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 2 Tahun 20217 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Wakaf di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI pasal 2 ayat (2), “PPAIW atas nama nazhir menyampaikan AIW atau APAIW dan dokumen-dokumen lainnya untuk pendaftaran tanah wakaf atas nama nazhir kepada Kantor Pertanahan, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan AIW atau APAIW.”

Disamping sebagai PPAIW, Kepala KUA Kecamatan juga berwewenang untuk membuat surat Pengesahan Nazhir Wakaf sebagai syarat penerbitan sertifikat tanah wakaf di Kantor Badan Pertanahan, sebagaimana tersebut dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 2 Tahun 20217 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Wakaf di Kemeterian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI pasal 6 ayat (2) mengenai Permohonan Pendaftaran Wakaf atas bidang tanah untuk dicatat dalam buku tanah dan sertifikat hak atas tanah, yaitu huruf (e) berbunyi: “Surat Pengesahan Nazhir yang bersangkutan dari instansi yang menyelenggarakan urusan agama tingkat kecamatan”.

Demikian peran Kepala KUA Kecamatan dalam hal perwakafan yang telah diatur oleh undang-undang. Perlu dukungan dan perhatian semua pihak  agar prosedur hukum dapat dijalankan dengan tepat dan benar sesuai dengan peran masing-masing. Perlu juga saling berkoordinasi dan sinergi, terutama untuk suatu urusan yang mempunyai tujuan dan fungsi yang sama dalam hal wakaf misalnya, Baitul Mal, BWI, Kemenag, BPN dan KUA ikut berperan sesuai dengan tupoksi masing-masing.*

Editor: smh

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel