Lawan Riba dengan Wakaf Uang

Lawan Riba dengan Wakaf Uang
Share

 

Oleh: Muhammad Haikal, SHI, MH

Peneliti Wakaf News 

Uang merupakan kebutuhan orang banyak, walaupun ada pepatah mengatakan uang adalah segalanya, tapi pada hakikatnya belum tentu demikian. Saat ini, uang menjadi alat tukar utama di seluruh dunia, karena tanpa uang tidak akan terjadi transaksi. Walaupun istilah barter atau pertukaran benda dengan kebutuhan harian bisa dikatakan sudah punah, namun jika kita telusuri masih tetap saja berlaku, baik tingkat pedesaan maupun perkotaan dengan istilah berbeda yaitu tukar tambah benda secondhand  dan lain sebagainya. 

Uang, selain alat bayar tunai juga alat bayar online dengan sistem pembayaran melalui lembaga atau alat tertentu, misalnya pembayaran melalui ATM bank, swalayan, atau aplikasi smartphone. 

Kemudian, beriringan perkembangan masa dan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam, muncul lembaga pinjaman yang super mudah administrasinya dengan bunga di luar nalar manusia, yaitu pinjaman online. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terdapat 104 pinjol legal yang terdaftar dan berizin pada OJK. Ada juga pinjaman online yang ilegal alias tidak terdaftar 151 yang telah diblokir oleh OJK. Sementara jumlah layanan tidak resmi yang diblokir tahun 2018 hingga 26 Oktober 2021 mencapai 4.096 pinjaman online  ilegal (cnbcindonesia.com).

Alangkah indahnya hidup tanpa riba, namun saat ini dengan minimnya lembaga wakaf atau  nazir wakaf uang yang bergerak di bidang finansial yang memberi pinjaman modal usaha maupun kebutuhan lainya di masyarakat.  Belum ada perjanjian pinjaman tanpa bunga, setelah itu dana tersebut digulirkan ke pihak lain yang membutuhkan. 

Rasulullah saw bersabda: “Bersedekah pahalanya sepuluh, memberi utang (tanpa bunga) pahalanya delapan belas, menghubungkan diri dengan kawan-kawan pahalanya dua puluh dan silaturrahim (dengan keluarga) pahalanya dua puluh empat (HR  Al Hakim). Dari hadits ini dapat kita pahami, bahwa memberi pinjaman uang tanpa riba, jaminan pahala delapan belas derajat. (Almath, Muhammad Faiz,  1100 Hadist Terpilih: 1993)

Di akhir zaman ini, saatnya kita melawan nafsu dan menghindari terjerumus dalam riba, terutama utang yang bisa membuat manusia menjadi stres dan berbuat di luar nalar hingga hilangnya nilai keimanan seseorang dengan melakukan bunuh diri (detik.com). 

Dikisahkan, Ibnu Abbas r.a yang diiriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Ibnu Mandah dari Bani Mughirah mempunyai utang dari sisa riba kepada Bani Amr bin Auf yang berasal dari Tsaqif. Setelah fathu Makkah, segala bentuk riba diharamkan. Namun kedua kelompok ini berselisih tentang pembayaran  utang hasil riba. Lalu mereka mendatangi Attab bin Usaid yang ketika itu menjadi gubernur Makkah. Orang orang Bani Mughirah berkata: “Kami orang yang paling sengsara karena riba, sedangkan Rasulullah saw telah membatalkan riba dari orang-orang selain kami.  

Bani Amr pun menjawab: “Kami telah berdamai dengannya (Nabi Muhammad Rasulullah saw) dan telah sepakat bahwa riba kami dari orang-orang selain muslim adalah hak kami. Kemudian hal ini dikabarkan kepada Rasulullah saw, maka turunlah Firman Allah Swt surat Al-Baqarah ayat 278-279: 

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. 

Dalam kisah lain, dari Abu Daud dari Zaid, bahwa ia mendengar Abu Sallam berkata: telah menceritakan kepadaku Abdullah Alhauzani ia berkata; aku bertemu Bilal, kemudian aku katakan: “Wahai Bilal, ceritakan kepadaku bagaimana nafkah Rasulullah saw.”  Ia berkata: “Beliau tidak memiliki sesuatu, maka aku yang mengurusi hal tersebut sejak Allah Swt mengutusnya hingga beliau meninggal. Apabila ada seorang muslim yang datang kepadanya dan Rasululah saw melihatnya dalam keadaan telanjang, maka beliau memberiku perintah, maka aku pergi mencari utang dan membelikan baju untuknya dan memberinya makan, hingga seorang musyrik menemuiku dan berkata: ”Wahai Bilal, sesungguhnya aku memiliki kelapangan, maka janganlah engkau berutang kecuali kepadaku.” (Ahmad Yanis, 110 Kisah Seputar Harta: 2013). 

Intinya adalah, membantu orang lain merupakan keharusan walaupun dengan berutang yang nantinya kita bayarkan kembali, maka dengan wakaf solusi lebih terbuka dalam hal simpan pinjam, modal usaha tanpa bunga dan sebagainya.

Wakaf uang 

Wakaf uang telah melahirkan beragam model di Indonesia seperti wakaf uang bergulir, wakaf tunai, wakaf simpanan dan himpunan dana wakaf. Wakaf uang telah berjalan di beberapa negara, termasuk Indonesia, sejak munculnya regulasi wakaf uang dalam Undang-Undang  Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan BWI tentang Wakaf Uang. Unsur-unsur yang terlibat dalam pengelolaan wakaf uang di Indonesia menjadi kompleks dan khas, terutama keterlibatan BWI dan LKS-PWU sebagi usaha mengefektifkan pengelolaannya. 

Karena itu, model dan tahapan pengelolaan wakaf uang di Indonesia harus disesuaikan dengan regulasi dan ketetapan BWI yang meliputi: tahapan penggalangan dana wakaf, tahapan investasi dana wakaf dan tahapan distribusi hasil investasi wakaf yang keseluruhannya bertumpu pada nazhir wakaf sebagai pengelola. (jurnal.bwi.go.id)

Dengan wakaf uang diharapkan menjadi amal jariah dunai akhirat, seiring mengharap ridha Allah semata. Semoga riba cepat punah dan upaya membantu orang lain dari sedih menjadi tersenyum, dari gundah gulana menjadi tenang dengan wakaf uang atau investasi lainnya tanpa bunga dan sesuai ketentuan syar’i dan tidak merugikan semua pihak. Wallahu a’lam bishawab. 

Editor: smh

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel