Wakaf Buku Sambil Ngopi

Wakaf Buku Sambil Ngopi
Share

 


Oleh: Muhammad Haikal, SHI, MH 

Dosen Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UNIDA

Cerita ketika sekolah, semua kita diajarkan guru dengan membaca dan menulis. Ini awal keahlian literasi  untuk menjadi bangsa yang beretika dan cerdas. Namun demikian, menurut UNESCO, budaya membaca dan aktivitas literasi Indonesia masih rendah. Sementara jumlah buku bacaan semakin hari terus bertambah namun krisis peminat membaca, kecuali sebagian lembaga pendidikan Al-Quran yang rutin membaca buku Iqra, Shirah Nabawiyah dan buku sahabat Rasulullah saw, yang diperoleh melalui wakaf buku. 

Ketika budaya membaca semakin berkurang, muncullah ide untuk meramaikan lembaga pendidikan dengan wakaf buku sistem slot perslot. Sekarang, semakin menjamur juga warung kopi (warkop) yang disertai pustaka, namun  buku wakaf masih kurang diminati penikmat kopi. Saya pernah mampir ngopi di Gunung Meriah Rimo, Aceh Singkil, dengan konsep ngopi sambil membaca. Ada juga Pustaka Coffee Lambhuk Ule Kareng dan Yaman Coffee Jeunib dapat mambaca sambil seruput segelas kopi sanger (sama-sama mengerti).

Kopi sanger adalah campuran kopi hitam, susu kental manis dan gula. Secara fisik, sanger memang mirip kopi susu atau coffee latte. Tak semua para pembuat minuman kopi bisa membuat sanger. Karena, untuk membuat sanger takaran kopi, susu kental dan gula harus pas. Setelah kopi diseduh dengan saringan dari kain yang bentuknya kerucut, lalu ditambah dengan susu kental plus sedikit gula dan dikocok sampai berbuih. Meski sudah bercampur dengan susu, aroma kopi tetap mendominasi. (id.wikipedia.org) 

Hampir semua penikmat kopi merasakan hangatnya silaturrahim, berbagi pengalaman dan keluh kesah (tanpa ghibah). Warkop terus tumbuh seperti jamur di musim hujan, karena usaha warung kopi masih sangat menjanjikan, dengan omset tinggi. Namun di sisi lain, sangat minim budaya mewakafkan buku dan membaca untuk memberi manfaat dalam memecahkan masalah atau sekadar penyegaran pemikiran. Mengapa demikian? Karena belum adanya wadah gerakan mewakafkan buku. Padahal, dengan wakaf buku pahala dan kebaikan kembali kepada wakif. Dengan munculnya warkop berbasis wakaf buku, akan semakin tergerus image warkop hanya sekadar nongkrong dan buang-buang waktu.

Warkop tumbuh dan berkembang tak lagi hanya sebagai tempat nongkrong tanpa hasil. Warkop menjadi ruang publik (public sphere) di mana banyak ide bertebaran dan bertemu. Di sana bisa diskusi, berdebat, sambil nyeruput kopi. Di warkop bisa menyelesaikan naskah buku atau artikel, berpikir untuk kemajuan umat dan bangsa. (kumparan.com)

Membaca buku sambil ngopi memang nikmat, namun tidak semua sudut warung kopi menyediakan pustaka atau pajangan buku, apalagi di kota kota besar di Indonesia. Warkop yang disertai berbagai fasilitas penunjang itu, namun buku tidak terlihat terpajang. Umumnya pengunjung warkop sibuk dengan android, tidak sempat membaca sama sekali. Sementara para kutu buku tetap saja mencari warkop yang nyaman untuk membaca, jauh dari hiruk pikuk dan gelak tawa. Hanya segelintir mahasiswa yang menyelesaikan tugas kuliah di warkop.

Dapat dikatakan, budaya membaca buku di warkop sangat langka, padahal ngopi tidak hanya sekadar menghilangkan rasa penat, mengurangi frustasi atau rasa sakit hati, namun juga bisa membaca buku sambil ngopi.

Untuk ini, gerakan wakaf buku mulai digerakkan oleh pribadi dan lembaga guna mengatasi krisis buku bacaan, terutama buku-buku berkaitan dengan etika dan moral. Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat (MPI PP) Muhammadiyah menggalakkan Gerakan Wakaf Buku untuk mendukung program mencerdaskan bangsa melalui literasi. 

Gerakan wakaf buku ini dilakukan bersama Serikat Taman Pustaka merupakan langkah kerja nyata Muhammadiyah untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya gerakan komunitas dan literasi, terutama jaringan dan aktivis Muhammadiyah. “Ini merupakan langkah nyata Muhammadiyah terhadap gerakan literasi,” kata David Efendy, anggota MPI PP Muhammadiyah. (minanews.net)

Semoga wakaf buku sambil ngopi mendapat sambutan dengan ide-ide kreatif kaum milenial. Seiring perkembangan zaman, kiranya budaya literasi terus membumi di negeri yang makmur lestari dan islami ini. Wakaf buku adalah suatu yang dapat kita wariskan untuk generasi akan datang.* 

Editor: smh

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel