Menuju Transformsi Gerakan Nasional Wakaf Uang
Oleh: Fahmi M. Nasir
Pendiri Pusat Studi dan Konsultasi Wakaf Jeumpa D’Meusara (JDM) Banda Aceh
Wakaf dewasa ini semakin menemukan momentumnya. Isu-isu seputar perkembangan dan pembangunan wakaf sudah berada di arus utama. Diskursus wakaf kini juga disandingkan dengan dua tujuan yang ingin dicapai oleh World Bank pada tahun 2030 (Twin Goals 2030) yaitu mengentaskan kemiskinan yang akut dan mewujudkan pemerataan kesejahteraan secara berkelanjutan.
Hal senada juga disampaikan oleh Presiden Joko Widodo ketika meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) pada 25 Januari lalu. Salah satu target utamanya adalah mencapai tujuan nasional untuk menurunkan angka kemiskinan dan mengurangi jurang pendapatan dan kesejahteraan. Namun setelah tiga bulan, GNWU masih berjalan dengan perlahan sekali. Pada 27 April tercatat dana terkumpul melalui GNWU ini baru mencapai Rp58.866.187 yang berasal dari 75 orang pewakaf.
Pemangku kepentingan wakaf di negara kita perlu melakukan beberapa terobosan strategis untuk menyukseskan GNWU. Setidaknya ada empat langkah yang perlu dilakukan yaitu optimalisasi kerjasama dengan berbagai ormas Islam, menunjukkan teladan melalui wakaf pemerintah, melakukan konversi dana Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi dana wakaf, dan melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan Islam untuk program ‘matching grant’ dana wakaf.
Pertama, optimalisasi kerjasama dengan ormas Islam. Dua organisasi besar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah, selama ini mengembangkan lembaga pendidikan dan sarana sosial lainnya dengan aset wakaf. Bahkan NU melalui Lembaga Wakaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama (LWPNU) pernah meluncurkan Gerakan Wakaf Uang Sejuta Nahdliyyin (Gerwaku Sena) pada 1 Februari 2016. Muhammadiyah dikenal memiliki berbagai aset berupa sekolah mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi serta Rumah Sakit yang tersebar di seluruh Indonesia.
Kerjasama ormas Islam dan pemangku kepentingan wakaf ini menjadi salah satu sorotan dan saran yang diberikan oleh Anisah Syakur, Anggota Komisi 8 DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi 8 DPR RI dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI) pada 22 Maret 2021 lalu.
Kedua, teladan melalui wakaf pemerintah. Salah satu ciri khas keberhasilan wakaf di masa lalu adalah banyaknya raja, ratu, pangeran, menteri-menteri, dan orang-orang ternama yang berwakaf. Wakaf mereka ini dikenal dengan istilah Wakaf Sultan (Awqaf al-Salatiyn). Sebagai contoh, Zubaidah, isteri Khalifah Harun al-Rashid banyak sekali memberikan wakaf untuk sarana penunjang kenyamanan jemaah haji seperti jalan, jembatan dan suplai air. Salah satu aset wakafnya itu dikenal dengan wakaf sumur Zubaidah di Makkah.
Untuk GNWU ini, tidak salah rasanya jika Presiden, Wakil Presiden, para menteri kabinet, direksi dan komisaris BUMN, gubernur, bupati dan walikota, serta para pejabat tinggi yang lain untuk melakukan wakaf uang. Untuk tahap awal, mereka dapat memberikan wakaf uang sebesar satu bulan gaji masing-masing.
Pada masa yang sama mengingat wakaf uang ini bisa untuk jangka waktu tertentu, maka BWI dapat mengajak para pengusaha papan atas di Indonesia untuk memberikan wakaf uang sementara, untuk jangka waktu antara satu sampai lima tahun. Dana yang terkumpul itu diinvestasikan baik secara langsung atau tidak langsung. Setelah sampai jangka waktunya, uangnya dikembalikan kepada mereka sementara keuntungan dari investasi itu menjadi aset wakaf baru.
Ketiga, konversi dana CSR BUMN menjadi dana wakaf. Sewaktu RDP DPR RI dan BWI terungkap fakta besarnya potensi dana CSR BUMN yang mencapai 6.65 triliun rupiah per tahun. Dana sebesar itu dapat dengan mudah menjadi wakaf jika para pemangku kepentingan mau mengkonversi dana CSR BUMN menjadi dana wakaf. Mengingat Presiden dan Wakil Presiden kita adalah penggerak utama GNWU, tentu konversi ini dapat dilakukan dengan segera. Konversi ini secara otomatis akan meningkatkan dana yang masuk ke dalam GNWU secara drastis.
Hal lain yang menjadi perhatian adalah sebuah kebijakan yang baru-baru ini diluncurkan oleh Bank Kerjasama Rakyat Malaysia Berhad atau Bank Rakyat yang bekerjasama dengan Yayasan Waqaf Malaysia. Bank Rakyat menyumbang dana wakaf sebesar RM1 juta sebagai “matching grant” (padanan dana hibah), di mana setiap nilai uang yang disumbangkan oleh pewakaf individu ke platform Bank Rakyat, maka pihak Bank Rakyat akan mewakafkan nilai yang sama kepada Dana Wakaf Tunai.
Untuk konteks kita, BWI dapat bekerja sama dengan lembaga keuangan Islam di Indonesia khususnya perbankan syariah untuk mereplikasi program serupa. Adanya matching grant ini akan mendorong publik untuk melakukan wakaf uang karena mereka tahu bahwa dana wakaf yang mereka berikan itu langsung berjumlah ganda karena pihak perbankan akan berwakaf sesuai dengan besaran wakaf yang mereka diberikan. Di sisi lain dana padanan hibah ini juga bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada GNWU karena melihat lembaga keuangan Islam juga terlibat secara aktif untuk menyukseskan GNWU.
Mengingat dana yang sudah terkumpul sangat kecil dibandingkan dengan potensi wakaf uang yang disebut-sebut mencapai 180 triliun rupiah per tahun, maka belum terlambat bagi pemangku kepentingan wakaf untuk melakukan terobosan strategis menuju transformasi GNWU.
*Tulisan ini pernah dimuat di Harian Kompas, 21 Mei 2021
0 Response
Posting Komentar