Wakaf On Bumdes

Wakaf On Bumdes
Share

oleh: Muhammad Haikal, SHI, MH

Dosen Fakultas Syariah dan Ekonomi UNIDA

Manusia sering kali mengalami kondisi yang tidak menguntungkan, bahkan terbawa mimpi buruk dan trauma. Inilah dilema kehidupan. Dalam wakaf terkadang juga terjadi dilema berupa adanya pengelolaan wakaf yang tidak produktif, karena permasalahan internal maupun eksternal nazir. Padahal saat ini, wakaf telah berkembang dalam berbagai sektor ekonomi masyarakat, di antaranya  UMKM, pinjaman modal, bank wakaf, dan lain-lain. 

Pengembangan wakaf produktif menjadi titik awal tranformasi wakaf dan dengan ini desa bisa lebih mandiri.  Pada sisi lain, sebagian desa terkesan dengan istilah desa tertinggal terutama dari segi ekonomi, infraktruktur,  sumber daya alam dan sumber daya manusia. Padahal dengan adanya kreativitas warga desa bisa menepis kesan desa tertinggal. Desa dapat dikembangkan menjadi desa wisata berbasis ekonomi berkelanjutan, desa dengan konsep bank wakaf, koperasi simpan pinjam, warung digital, kedai wakaf, berkaloborasi dengan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) atau Badan Usaha Milik Gampong (BUMG).

Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam Webinar Nasional Virtual Wakaf Produktif dengan tema “Era Baru Perwakafan Melalui Transformasi Digital dan Penguatan Ekosistem” menyampaikan empat langkah penting transformasi wakaf produktif menjadi pilar penting dalam perekonomian: 

Pertama, kemampuan mendesain proyek produktif berbasis wakaf secara utuh dan saling mendukung antara proyek komersial dan proyek sosial. Kedua, kemampuan mendesain manajemen keuangan yang terintegrasi antara instrumen keuangan sosial syariah dan instrumen integrasi keuangan komersial dan sosial syariah, seperti Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) melalui ritel SWR001 dan SWR002. 

Ketiga, kepatuhan terhadap ketentuan syariah. Keempat, digitalisasi wakaf yang memudahkan masyarakat untuk berpartisipasti dalam  berwakaf. Terkait hal terakhir, BI telah mendukung digitalisasi sistem pembayaran, termasuk dalam berwakaf melalui QRIS.  (bi.go.id) 

Bumdes  merupakan badan usaha yang dibangun menjadi milik desa atau gampong,  seperti yang diatur dalam UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, pasal 87, 88, 89, dan 90.  Bumdes dapat dikembangkan berbasis wakaf. 

Pasal 87 ayat (1) UU tersebut  menetapkan, desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUMDes. Ayat (2), BUMDes dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Ayat (3), BUMDes dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi atau pelayanan umum.  

Menurut pasal 88 ayat (1),  pendirian Bumdes disepakati melalui musyawarah desa. Ayat (2), pendirian Bumdes ditetapkan dengan Peraturan Desa.  Sementara menurut pasal 89,  hasil usaha Bumdes dimanfaatkan untuk: pengembangan usaha, pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat desa, dan pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam APBDesa. 

Menurut data Kementerian Pedesaan,  ada 3.619  Bumdes yang terdata seluruh Indonesia, baik yang masih menunggu verifikasi maupun kelengkapan dokumen lainya. Artinya eksistensi Bumdes sangat berpotensi membantu kemajuan desa berkelanjutan. (kemendesa.go.id) 

Sementara anggota Badan BMA, Mohammad Haikal, ST, MIFP dalam Pelatihan Nazir Wakaf  Virtual  Baitul Mal Aceh,  8 Juli 2021, menguraikan skema program stimulus pengembangan wakaf  produktif yang dipengaruhi beberapa hal:  costumers  (jamaah masjid, santri dan masyarakat); value proposition (nazir profesional, membuka lapangan pekerjaan, penerima manfaat kesejahteraan masjid, pesantren, menasah, dan role model pemberdayaan wakaf produktif). 

Faktor lain keberhasilkan wakaf produktif: channels  (e-commerce dan media sosial); relationship (diskon dan promo, program sosial, dan laporan program); revenue streams (waserda, warkop/kantin, air isi ulang, bengkel, sawah produktif ); key activities (koperasi masjid, koperasi pesantren, Baitul Mal Desa; key resource (dana infak); key partnership (nazir, forum nazir wakaf produktif); cost structure (proposal dan studi kelayakan, modal skema hibah, fasilitas legalitas dan perlindungan wakaf, biaya pengelolaan dan pengembangan). 

Karena itu, kehidupan yang terus berjalan dan roda ekonomi tetap berpuatr selama kita peduli terhadap pengembangan wakaf. Dalam hal ini, wakaf dan usaha milik desa bisa berjalan seiring, walaupun tidak semua wilayah pedesaan memiliki Bumdes.  Semoga dengan wakaf on Bumdes Indonesia semakin maju dan sejahtera.* 

Editor: smh

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel