Majelis Tarjih Siapkan Rumusan Fikih Wakaf Baru
Wakafnews.com -- Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Prof Syamsul Anwar menyatakan, wakaf termasuk institusi yang tua dalam Islam. Wakaf telah lahir di zaman Nabi Muhammad saw dan sepanjang sejarahnya wakaf telah memainkan peranan yang penting dalam kaitannya dalam hal hal yang sifatnya sosial.
Prof Syamsul menerangkan, Majelis Tarjih dan Tajdid pernah membuat putusan tentang wakaf pada tahun 1953 di Muktamar Muhammadiyah ke 32 di Purwokerto. Keputusan saat itu sifatnya sangat singkat sehingga perlu disyarah dan dikembangkan kembali. Sebab, kata Prof Syamsul, salah satu fungsi wakaf berguna untuk penyelenggaraan pendidikan, kesehatan, dan fasilitas sosial lainnya secara gratis.
Prof Syamsul kemudian bercerita tentang Abu Hamid Al-Ghazali dan Ahmad al-Ghazali (adiknya) ditinggal wafat oleh orang tuanya sejak kecil. Sebelum ditinggal pergi, Ayahnya menitipkan dan memberikan wasiat berupa uang kepada temannya, tapi tidak berlangsung lama uang tersebut habis. Lalu ia menyarankan agar al-Ghazali dan adiknya itu untuk masuk sekolah ke Madrasah Nizhamiyah, bukan untuk sekolah melainkan untuk mendapatkan sesuap makanan.
“Jadi akhirnya dari kisah Al-Ghazali ini dapat diambil gambaran bahwa sekolah di masa lalu memang menyediakan segala hal logistik secara gratis. Dalam kitab al-Muntadzam, dijelaskan bagaimana akta-akta iqrar wakaf untuk sekolah-sekolah yang didirikan oleh Perdana Menteri Nizham al-Mulk pada tahun 1066 Hijriyyah,” ujar Prof Syamsul dalam acara Halaqah Fikih Wakaf Kontemporer, belum lama ini.
Tidak hanya itu, Prof Syamsul juga mengutip Ibnu Batutah di bukunya Rihlah tentang perjalannya dari al-Jazair ke China lalu kemudian ke Indonesia. Sang Pelancong Muslim itu mengatakan bahwa di antara semua gugus tempat di muka bumi, ada satu daerah yang paling indah yang dinamakan Damaskus. Di sana, ada jalan trotoar yang khusus untuk pejalan kaki, dan jalan tersebut dibangun dari wakaf. Bahkan ada juga wakaf yang digunakan untuk membantu pasangan yang menikah. Ada juga wakaf yang digunakan untuk proyek penyediaan air minum.
Kemudian Prof Syamsul berharap Muhammadiyah sebagai organisasi keislaman yang telah banyak menerima amanah wakaf baik berupa tanah ataupun semacamnya dapat mengoptimalisasi aset-aset wakaf tersebut. “Muhammadiyah sangat dipercaya untuk mengelola wakaf, tetapi disisi lain banyak tanah wakaf Muhammadiyah yang administrasinya belum diurus dengan baik,” katanya.
Paradigma baru
Sementara itu, Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Dr Mohammad Mas’udi MAg mengatakan, tidak ada teks al-Qur’an dan Sunnah yang menyebut langsung tentang wakaf. Namun ada beberapa nash yang dipandang bisa menjadi pijakan tentang wakaf, semisal QS. Al Hajj: 77 dan Hadis: Jika anak Adam wafat, maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga hal, salah satunya adalah sedekah jariyah, yang dipahami sebagai wakaf.
Praktik yang selama ini berjalan di lingkungan Muhammadiyah adalah wakaf melalui uang, bukan wakaf uang atau wakaf tunai. Dalam Kitab Waqaf Himpunan Putusan Tarjih disebutkan, “Kalau engkau menerima uang untuk waqaf atau mendapat barang waqaf yang tidak tertentu, atau yang berwaqaf (waqif-nya) tidak menentukan, hendaklah engkau pergunakan sebagai amal jariyah yang sebaik-baiknya, jangan sampai harta benda waqaf itu tertimbun menjadi kanaz (timbunan) yang terkutuk”.
Putusan Tarjih pada Muktamar Khususi ke-32 di Purwokerto tahun 1953 tersebut mengindikasikan bolehnya wakaf dalam bentuk uang tunai, tetapi tidak diperinci tentang ketentuan lainnya.
Rubrik Tanya Jawab Agama Majalah Suara Muhammadiyah edisi 19 tahun 2018 memuat Fatwa “Wakaf Uang, Wakaf Menggunakan Uang, dan Kepemilikan Benda Wakaf”, yang menyertakan Fatwa MUI tahun 2002. Komisi Fatwa MUI menetapkan fatwa tentang wakaf uang pada 28 Shafar 1423 H/1 Mei 2002 M, sebagai berikut: (a) Wakaf Uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai, (b) Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga, (c) Wakaf Uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai, (d) Wakaf Uang hukumnya jawaz (boleh), (e) Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.
“Putusan Tarjih tahun 1953 masih menggunakan paradigma lama, sementara dalam Majalah SM edisi 19 tahun 2018 sudah menggunakan paradigma baru,” tutur Mas’udi. Paradigma baru diperlukan karena kondisi sosial masyarakat yang berubah. Dinamika dan tuntutan perubahan ini harus direspons. Dalam paradigma baru misalnya, disebutkan bahwa harta yang telah diwakafkan dapat bersifat selamanya dan dapat pula bersifat sementara atau berjangka waktu.
Mengapa perlu ada paradigma baru dalam wakaf?
Mas’udi mengajukan beberapa alasan. Pertama, belum optimalnya peran wakaf dalam peningkatan kesejahteraan umat. Kedua, pemahaman masyarakat yang belum memadai dalam perkembangan wakaf kontemporer. Ketiga, banyak nadhir wakaf yang tidak mengerti tentang konsep wakaf produktif, kemitraan wakaf, wakaf uang, dan lainnya. Keempat, wakaf perlu diintegrasikan dalam sistem ekonomi nasional tiap negara dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Ma’udi menyebut bahwa paradigma baru tentang wakaf dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan UU tersebut. Melalui regulasi ini, cara untuk mengekalkan uang sebagai benda wakaf adalah melalui lembaga keuangan syariah. Oleh bank syariah nantinya uang wakaf akan dikelola dengan prinsip mudharabah. Bank syariah berlaku sebagai mudharib dan nadhir berlaku sebagai shahibul maal.
“Dalam paradigma baru wakaf, pertama, harta wakaf yang berupa tanah dan uang, bisa diwujudkan menjadi rumah sakit, rumah susun, gedung perkantoran, pusat perniagaan, tidak hanya untuk masjid, kuburan, dan sekolah. Kedua, keuntungan dari pengelolaannya bisa disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pemberian beasiswa, pembangunan jalan, program pengentasan kemiskinan, dan lainnya,” urai Mas’udi. Harta wakaf itu bisa untuk bermacam aktivitas: ibadah, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi, dan kesejahteraan umum lainnya.
Sumber: muhammadiyah.or.id dan suaramuhammadiyah.id
0 Response
Posting Komentar