Nazhir Profesional Harus Menjadi Manusia Pembelajar
Wakafnews.com -- Manusia pembelajar adalah mereka yang selalu belajar, terus berusaha mempelajari segala sesuatu setiap saat dalam hidupnya, berusaha memperoleh dan menghasilkan hal-hal baru setiap hari dalam hidupnya. Seorang profesional yang ingin sukses juga harus mempunyai mental manusia pembelajar. Dia tidak boleh bosan belajar dan senang mencoba hal-hal baru.
Dalam sejarah kenabian telah dicontohkan, semua Nabi dan Rasul, para sahabat, hingga anak-anak mereka adalah pembelajar sejati. Anak-anak mereka sejak dini ditanamkan kecintaan belajar. Sebagai contoh, pada masa Nabi saw tak jarang ditemukan para penghafal Quran berusia muda. Iklim belajar itu nyaris merata di semua kalangan, dari para pemimpin hingga anak-anak kecil.
Januar Suprianto Muchlis dkk dalam bukunya Standar Profesionalisme Nazhir (2015: 49) mencontohkan sahabat Zaid bin Tsabit r.a. Selain menguasai berbagai bahasa, beliau merupakan ilmuwan yang cerdas dan teliti. Beliau adalah orang yang berperan dalam pencatatan dan perangkaian ayat-ayat Alquran, sehingga menjadi sebuah buku seperti sekarang.
Berbagai ilmu terus berkembang pada masa kejayaan Islam, sampai sekarang, seperti ilmu astrologi, ilmu kimia, ilmu ekonomi dan ilmu matematika. Pada masa itu, lahirlah ilmuwan-ilmuwan yang nama dan karyanya abadi hingga kini, seperti Al Khawarizmi, Ibnu Sina, dan lain-lain.
Mereka terbiasa belajar sedari kecil. Imam Syafii sebagai contoh, beliau telah hafal seluruh ayat dalam Alquran di usia tujuh tahun. Usamah bin Zaid diamanahi memimpin perang besar di usia 17 tahun. Padahal, pada saat itu belum berdiri sekolah dan universitas seperti sekarang. Mereka semua belajar otodidak.
Menurut Januar Suprianto Muchlis dkk, para tokoh terkemuka di luar Islam juga demikian. HC Andersen adalah seorang penulis kisah-kisah dongeng klasik terkenal. Dia membuat puisi, dongeng dan drama tanpa ada yang mengajari. Dia hanya belajar dari apa yang ia baca dan ia lihat. Sewaktu kecil, dia senang menjelajahi hutan dan kebun bunga. Terpesona dengan keindahan alam, dia membiarkan imajinasinya berkembang. Kemudian dia menuliskannya menjadi bentuk-bentuk karya sastra yang indah. Karya puisi dan lagunya dikenal kaum bangsawan Swedia sejak dia berusia remaja.
Thomas Alva Edison tidak pernah menerima pendidikan formal. Dia memang sempat bersekolah selama tiga bulan, sebelum akhirnya dikeluarkan. Selanjutnya, ibunya, seorang mantan guru, yang langsung mengajarinya berbagai hal. Selain itu, Edison hanya belajar dari buku-buku. Edison senang mempraktikkan apa yang dia baca, termasuk mempraktikkan percobaan ilmu kimia. Dia tidak putus asa meski seringkali percobaannya gagal, bahkan beberapa kali laboratorium yang ia buat sendiri ikut terbakar.
Dia tidak pernah belajar dari seorang ahli. Boleh dikatakan, satu-satunya ahli yang pernah menjadi tempat ia belajar adalah seorang ahli telegraf. Dia belajar bagaimana cara menjadi seorang petugas operator telegram. Edison telah melakukan berbagai percobaan dan berhasil menciptakan kurang lebih 120 penemuan. Dia berhasil membumikan teori Newton tentang listrik dan menerjemahkannya menjadi bola lampu listrik yang sangat berguna bagi kehidupan manusia modern.
Walt Disney juga tidak pernah menerima pendidikan formal dalam bidang menggambar dan animasi. Hanya berbekal pengalaman bekerjanya di biro iklan dan perusahaan film, dia bisa menjadi seorang perintis dalam bidang animasi studio.
Galileo Galilei juga sama sekali tidak pernah bersekolah tinggi. Tetapi, ia telah menemukan sebuah teori yang pada saat itu tak terpikirkan oleh ilmuwan lain, bahkan bertentangan dengan paham masyarakat umum saat itu. Galileo berhasil membuktikan paham heliosentris lewat serangkaian percobaan yang ia lakukan secara mandiri. Dia memang seorang pencinta ilmu.
Demikian pula untuk menjadi seorang Nazhir profesional yang sukses, tulis Januar Suprianto Muchlis dkk, tidak selalu dibutuhkan seorang sarjana lulusan Fakultas Ekonomi atau Ekonomi Syariah atau Fakultas Manajemen. Lulusan manapun dan sekolah apapun bisa, asal ia memiliki kemauan untuk selalu belajar.
Dunia wakaf, terlebih di zaman dimana ekonomi syariah berkembang pesat ini, selalu penuh dengan tantangan baru yang menjanjikan. Selalu ada ilmu dan wawasan baru yang menanti untuk dikuasai oleh para nazhir. Dengan rajin mengikuti training, seminar, pelatihan, dan menghadiri forum diskusi dan kajian tentang ilmu yang berhubungan dengan hal tersebut, seorang nazhir akan selalu terpacu untuk belajar, terus mengembangkan, dan menambah ilmunya.
Sebagai pemegang posisi inti dalam proses pengembangan wakaf produktif, seorang nazhir tidak boleh puas dengan ilmu yang dimiliki. Dia harus mencari dan menggali terus ilmu dan wawasan yang dapat mengantarkannya mencapai tujuan wakaf.
Seorang manusia pembelajar akan memiliki sebagian besar karakteristik di bawah ini: 1) Selalu berusaha untuk belajar setiap waktu; 2) Bisa belajar dimana saja dan kapan saja; 3) Otaknya selalu aktif mengolah informasi yang dilihat/didengarnya; 4) Selalu tertarik pada banyak hal, terutama hal-hal unik dan baru; 5) Terbuka kepada berbagai pengalaman; 6) Selalu memiliki berbagai pertanyaan; dan 7) Memiliki penjelasan untuk setiap hal yang dilakukannya 8. Kreatif dan terampil.
Karakteristik lainnya dimiliki manusia pembelajar: produktif, banyak menghasilkan karya atau gagasan yang orisinil; memiliki pemikiran dan wawasan yang luas; luwes dalam berpikir, memiliki berbagai sudut pandang dalam melihat suatu masalah; merasa tertantang dalam menyelesaikan masalah yang kompleks; sanggup menjelaskan masalah yang sulit, sehingga menjadi mudah dipahami; dan tertarik untuk mengeksplorasi banyak lingkungan baru;
Manusia pembelajar juga tidak membatasi diri, selalu tertarik meluaskan pandangan, pengalaman, dan keterampilannya; selalu berusaha fokus, memiliki daya konsentrasi tinggi; memiliki imajinasi yang tinggi; mampu menguasai suatu masalah dan menanganinya dengan cepat dan tepat; bisa mengambil kesimpulan secara cepat dan tepat; jeli dan hati-hati dalam melihat sebuah persoalan; bisa bertahan berada dalam lingkungan belajar yang tidak nyaman; dan memiliki daya tahan belajar yang tinggi
Selain itu, kata Januar Suprianto Muchlis dkk, manusia pembelajar mampu menyesuaikan diri dengan cepat pada lingkungan baru; memulai belajar dari yang mudah, terus berlanjut menuju yang sulit; mencari jawaban yang orisinil untuk setiap hal yang dihadapi; mandiri dalam belajar; selalu bisa keluar dari masalah yang sulit sekalipun; dan menganggap kesulitan sebagai tantangan dan bukan hambatan.
Sangat banyak karakter yang menandakan seorang manusia pembelajar. Tentu saja seorang nazhir yang baik akan berusaha memenuhi standar-standar karakter tersebut untuk meningkatkan perannya dalam mengelola dan mengembangkan amanah benda wakaf, sehingga bisa tercapai tujuannya. (smh)
0 Response
Posting Komentar