Wakaf Tunai sebagai Voluntary Fund
Menurut Drs H Ahmad Djunaidi dkk dalam bukunya Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai (2008: 63), dana wakaf dihimpun dari masyarakat secara sukarela, karena wakaf tidak diwajibkan dalam syariat Islam, melainkan hanya dianjurkan. Ayat-ayat Al-Qur'an yang dipahami sebagai dasar dari dianjurkan wakaf adalah: "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di Jalan Allah) sebagian yang baik-baik dari hasil usahamu dan dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk diantaranya yang kamu nafkahkan...." (QS al-Baqarah: 267). Dana wakaf yang dihimpun dari masyarakat tersebut diharapkan akan jadi modal sosial abadi.
Realisasi lembaga wakaf yang profesional mendesak untuk dilakukan karena, menurut Prof Abdul Mannan, ekonom Islam dari Banglades, menyebutkan bahwa keunggulan nyata sektor voluntary Islam, termasuk wakaf terletak pada kenyataan bahwa sektor voluntary Islam meninggalkan warisan sejarah dan budaya yang sarat dengan nilai-nilai keutamaan. Pada saat ini dimana kemajuan teknologi informasi sudah begitu canggih, kegiatan-kegiatan sektor voluntary Islam sebenarnya memiliki potensi yang tinggi untuk dioperasionalisasikan secara global.
Dalam proses ini, bank Islam di abad ke-21 dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam mengaktifkan dan melembagakan kembali peran institusi-institusi sosial ekonomi Islam serta bermacam instrumen redistribusi penghasilan (baik wajib maupun sunnah) baik melalui instrumen-instrumen keuangan yang baru, maupun managemen fund seperti: Waqf Properties Development Bond, Sertifikat Wakaf Tunai, Sertifikat Zakat, Sertifikat Tabungan Haji,Trust Fund, dan lain-lain.
Meskipun Islam memiliki banyak kegiatan di sektor voluntary seperti: zakat, wakaf, masjid, haji, dan yayasan, namun seluruh kegiatan tersebut tidak diperhitungkan/dimasukkan dalam kalkulasi GNP (Gross National Product). Dalam konteks dimana peluang tantangan yang dihadapi oleh masyarakat muslim saat ini begitu besar, maka perlakuan terhadap kegiatan-kegiatan tersebut selama ini perlu ditelaah dan dianalisa kembali.
Dengan semakin gencarnya transformasi hubungan antara Barat dan Timur yang disebabkan oleh: (a) Munculnya blok ekonomi Eropa; (b) Hancurnya komunis; (c) Berdirinya republik-republik muslim di Asia Tengah; (d) Semakin lebarnya kesenjangan Utara-Selatan di bidang ekonomi; (e) Keterbelakangan ekonomi dan belenggu kemiskinan di negara-negara Islam; dan (f) Munculnya militansi etnik dan semakin menggejalanya bahaya yang mengancam minoritas di negara-negara nonmuslim; maka sangat perlu menghidupkan dan menumbuhkembangkan kembali kegiatan di sektor voluntary tersebut sesuai dengan filosofi dan semangatnya serta memanfaatkannya secara maksimal bagi peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat muslim dan umat manusia secara keseluruhan.
Pertanyaan mendasar terhadap masalah ini adalah bagaimana mengoperasikan dan melembagakan kegiatan-kegiatan tersebut, sehingga dapat terintegrasi ke dalam mainstream aktivitas ekonomi, mobilisasi faktor produksi, tabungan dan investasi, serta pasar modal?
Dilihat dari perspektif ini sebenarnya banyak sekali kegunaan dana zakat bagi proyek-proyek mudarabah yang legal yang dapat digunakan senagai partner keungan. Zakat dapat mendistribusikan kekayaan kepada si miskin, meningkatkan produktifitas, realokasi exante saving dengan mengurangi idlecash dan mendorong produksi melalui alokasi faktor antar sektor. Demikian juga, perkumpulan haji dapat dipandang sebagai salah satu lembaga sosial ekonomi yang penting. Sedangkan masjid, dapat difungsikan sebagai agen pembangunan masyarakat.
Dari perspektif historis, wakaf, yang merupakan salah satu elemen sektor voluntary yang paling kuat dalam Islam, telah memainkan peranan penting dalam mengembangkan pendidikan ke-islaman, kesehatan dan riset melalui pendirian sekolah-sekolah, rumah sakit, madrasah, masjid-masjid, dan perpustakaan umum.
Pada abad ke-21 ini bank-bank Islam harus bekerja untuk melestarikan sektor voluntary Islam. Bahkan sekarang sedang diproses pengorganisasian The Voluntary Capital Market yang bertujuan memobilisasi dana serta sedang mengembangkan keuangan yang menurut syariah memiliki aturan-aturan yang berbeda seperti:
a. Waqf Properties Development Bond (Umum dan Khusus);
b. Cash Waqf Deposit Certificate (Umum dan Khusus);
c. Family Waqf Certificate;
d. Mosque Properties Development Bond (Umum dan Khusus);
e. Mosque Community Share;
f. Quarde-Hasana Certivicate (Umum dan Khusus);
g. Zakat/Ushar Payment Certificate;
h. Hajj Saving Certivicate;
i. Non-Muslim Trust Properties Development Bond (Umum dan Khusus);
j. Municipal Properties Development Bond (Umum dan Khusus).
Nilai dari seluruh obligasi dan sertifikat Quard-e-Hasana dapat dijamin oleh bank hingga masa pembayaran sertifikat tersebut telah jatuh tempo.
Apa yang dipaparkan Prof Abdul Mannan di atas berangkat dari pengalaman Banglades, tapi tidak berarti tidak memungkinkan untuk diterapkan atau paling tidak diadopsi di Indonesia. Karena kondisi sosial ekonomi Banglades dan Indonesia relatif sama. Bahkan Indonesia merupakan negara non Islam yang rakyatnya paling banyak menganut agama Islam.
Drs H Ahmad Djunaidi dkk menulis, bahwa selain sebagai voluntry fund, wakaf tunai juga memberikan model mutual fund melalui mobilisasi dana abadi yang digarap melalui tantangan profesionalisme yang amanah dalam fund management-nya di tengah keraguan terhadap pengelolaan dana wakaf serta kecemasan krisis investasi domistik dan sindrom capital flight. Wakaf tunai sangat merangsang kembalinya iklim investasi kondusif yang dilatari motivasi emosional teologis berupa niat amal jariyah di samping pertimbangan hikmah rasional ekonomis untuk kesejahteraan sosial.
Wakaf tunai juga strategis untuk menciptakan lahan pekerjaan dan mengurangi pengangguran dalam aktifitas produksi yang sangat selektif sesuai dengan kaidah syariah dan kemaslahatan. Wakaf tunai sangat potensial untuk memberdayakan sektor riil dan memperkuat fundamental perekonomian dan sekaligus sebagai tantangan untuk mengubah pola dan preferensi konsumsi umat dengan filter moral kesadaran akan solidaritas sosial sehingga tidak berlaku lagi konsep pareto optimum yang tidak mengakui adanya solusi yang membutuhkan pengorbanan dari pihak minoritas (kaum kaya) guna meningkatkan kesejahteraan pihak yang mayoritas (kaum miskin).
Oleh karena itu, sangat tepat bila penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan produktif ke sektor riil dimobilisir yang salah satunya adalah dengan memberikan kredit mikro. Kredit mikro diberikan melalui mekanisme kontrak investasi kolektif (KIK) semacam reksadana syariah yang dihimpun dengan Sertifikat Wakaf Tunai (SWT) kepada masyarakat menengah dan kecil agar memiliki peluang usaha dan sedikit demi sedikit bangkit dari kemiskinan dan keterpurukan akibat krisis berkepanjangan.
Ke depan, wakaf sebagai salah satu voluntary fund dalam Islam akan mampu menjadi pengemban amanah Islam, yaitu terciptanya masyarakat yang adil dan sejahtera. Bahkan, bisa jadi wakaf akan menjadi instrumen keungan alternatif dari instrumen keuangan konvensional, karena sistem ekonomi konvensional (kapitalis dan sosialis) telah “gagal" mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera. (smh)
0 Response
Posting Komentar