Aceh Istimewa dalam Pengelolaan Wakaf

Aceh Istimewa dalam Pengelolaan Wakaf
Share

 

Banda Aceh – Salah satu keistimewaan Aceh dalam pengurusan wakaf adanya tiga institusi yang diatur regulasi dalam pengelolaan, pengembangan dan pengawasan wakaf yaitu Kemenag, BWI, dan Baitul Mal. 

"Keistimewaan ini tidak dimiliki daerah lain," kata Tenaga Profesional Baitul Mal Aceh, Shafwan Bendadeh, dalam Workshop Penguatan Literasi dan Sosialisasi Pengembangan Wakaf Produktif Aceh, yang diselenggarakan Bappeda Aceh di Grand Arabia Hotel, Kamis, (15/12/2022).  

Workshop diikuti 60 peserta dari unsur Kemenag, Bappeda, dan Baitul Mal. Peserta lainnya dari BWI, Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) Banda Aceh dan Aceh Besar, akademisi, mahasiswa, serta yayasan wakaf. 

Menurut Shafwan, dengan potensi wakaf uang secara nasional Rp 180 triliun per tahun dapat dikembangkan wakaf produktif. Walaupun realisasinya baru Rp 1,4 triliun, namun di Aceh sudah mulai ada nazir yang berperan sebagai nazir wakaf uang dan  memproduktifkan wakaf. 

"Salah satu kendala dalam pengembangan wakaf produktif karena peruntukan wakaf yang dibatasi, untuk itu calon wakif dapat diarahkan untuk menyerahkan wakaf dengan peruntukan yang lebih luas," sarannya. 

Shafwan menambahkan, pengembangan wakaf produktif harus diawali dengan peningkatan kapasitas nazir. Sertifikasi kompetensi nazhir yang dilakukan BWI dapat menjadi wadah untuk menyiapkan nazir yang kompeten. 

"Untuk pengembangan wakaf produktif, tahun ini BMA membantu modal sepuluh nazir. Selanjutnya diperlukan cetak biru wakaf produktif Aceh dan mendorong lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang lebih proaktif," saran Shawan. 

Sementara itu, Kabid Perencanaan Pembangunan Ekonomi dan SDA Bappeda Aceh, Reza Ferdian, dalam sambutannya mengatakan Bappeda senantiasa mencari solusi terhadap posisi Aceh termiskin se Sumatera. 

"Salah satu upaya yang kita lakukan dengan memproduktifkan wakaf,  mengoptimalkan fungsi potensi wakaf yang belum diberdayakan," katanya.

Fakta yang ada, katanya, masih banyak masyarakat miskin di sekitar tanah wakaf. Untuk itu, sudah seharusnya ditingkatkan peruntukan wakaf, sehingga berdampak terhadap pengurangan angka kemiskinan. 

"Kita bisa merencanakan pembangunan wakaf dengan lebih baik, misalnya kami berpikir diperlukan Musrebang wakaf, dengan itu pengembangan wakaf dapat kita lakukan secara produktif," katanya. 

Narasumber lainnya akademisi UIN Ar-Raniry Dr Fitriadi Lc MA mengatakan, pada tahun 2020 Bappeda Aceh menginisiasi pengembangan wakaf. Dengan alasan faktual yang ada masih banyak wakaf yang belum produktif dan  aset wakaf belum terdata dengan baik, maka Bappeda melakukan kajian tentang pengembangan wakaf. 

Menurut dia, masalah lain adalah belum terkoneksinya kelembagaan pengelolaan wakaf seperti Kemenag, BWI dan Baitul Mal. "Dengan kajian dan duduk bersama yang kita lakukan, lembaga-lembaga ini mulai terkoneksi," katanya. 

Hal lain yang diharapkan dalam pengembangan wakaf di Aceh adalah peningkatan kapasitas nazir, sensus atau pendataan wakaf, serta sertifikasi tanah wakaf. Demikian pula perlu peningkatan peran PPAIW supaya proses legalitas tanah wakaf dapat terlaksana efektif. 

"Agenda  penting  berikutnya dari Kajian Bappeda adalah  penyediaan anggaran untuk penganggaran wakaf, walaupun tahun 2022 Baitul Mal Aceh mulai menyediakan fasilitas dana stimulus," ujarnya. 

Perwakilan Kanwil Kemenag Aceh, Nasrullah M Radhi menambahkan, PPAIW bertugas memberikan kepastian hukum untuk pengamanan harta benda wakaf dan sebagai basis data wakaf. "PPAIW harus memeriksa kelengkapan administrasi dan meneliti keabsahan proses wakaf," tegasnya. 

Dia mengutip pandangan Ketua BWI Muhammad Nuh, bahwa setiap orang yang mempercayai yang ghaib akan melibatkan diri untuk berwakaf dan mengembangkan wakaf. Sebab wakaf pahalanya abadi, terus mengalir kepada wakif dan menjadi amal bagi pengelola wakaf. 

"Untuk mengembangkankan telah dibentuk BWI Aceh dan BWI 21 kabupaten dan kota. Tinggal dua perwakilan lagi yang belum terbentuk, yaitu Bireuen dan Abdya," ujarnya. 

Seorang peserta workshop, Mahdi Muhammad mengungkapkan perlu keseriusan dalam pengelolaan wakaf. Untuk itu, harus didukung oleh struktur organisasi pemerintah. "Karena Aceh daerah istimewa perlu kita usulkan setingkat kepala bidang di Bappeda yang khusus mengurus wakaf," sarannya. (Sayed M. Husen) 




 

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel