BMA Urus Legalitas Tanah Wakaf

BMA Urus Legalitas Tanah Wakaf
Share

Oleh: Sayed Muhammad Husen 

Nazir Wakaf BMA 

Pengelolaan dan pengembangan wakaf di Aceh dilaksanakan dalam kerangka penerapan syariat Islam secara kaffah yang diamanahkan oleh UU Nomor 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh. Salah satu keistimewaan Aceh bidang syariat Islam, termasuk pengelolaan wakaf. 

Regulasi tentang syariat Islam selanjutnya diperkuat dengan UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), yang merupakan kristalisasi MoU Helsinki tahun 2005. Ini artinya, wakaf selain bagian dari syariat Islam, juga merupakan spirit damai Aceh untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.

Pengelolaan wakaf menurut UUPA dilaksanakan oleh Baitul Mal Aceh (BMA) dan Baitul Mal Kabupaten/Kota, yang diatur dengan Qanun Aceh (Pasal 191). Untuk ini, telah dibentuk Qanun Aceh Nomor Nomor 10 tahun 2018 tentang Baitul Mal sebagaimana telah diubah dengan Qanun Nomor 3 tahun 2021 tentang Perubahan atas Qanun Nomor 10 tahun 2018 tentang Baitul Mal. 

Dalam konteks wakaf, UUPA mewajibkan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan perlindungan hukum terhadap tanah wakaf, harta keagamaan, dan keperluan suci lainnya (pasal 213 ayat 4). 

Berdasarkan data Siwak Kemenag (2021), luas tanah wakaf yang wajib dilindungi di Aceh 9,4 ribu hektar atau 17 ribu persil. “Jumlah ini belum termasuk tanah wakaf yang tidak terdata atau belum memiliki legalitas Akta Ikrar Wakaf (AIW) dari Kantor Urusan Agama,” kata Tenaga Profesional BMA, Shafwan Bendadeh, MSh.

Wakaf BMA

Sementara menurut Kasubbag Wakaf dan Perwalian Sekretariat BMA Fachrur Razi SP MM, tanah wakaf yang dikelola BMA mencakup sawah di Lamsiteh Kecamatan Darul Imarah (2 persil) dan Blang Kiree Kecamatan Darul Kamal  (1 persil); tanah wakaf di Gampong Kajhu Kecamatan Baitussalam  (1 persil); Dan tanah wakaf di Lambada Lhok Kecamatan Baitussalam (1 persil). 

“Masih ada juga tanah wakaf di Ladong Kecamatan Masjid Raya (1 persil), tanah dan gedung wakaf di Gampong Lamgeuriheu Kecamatan Lhoong (1 lokasi),” tambah Fachrur Razi.    

Berdasarkan hasil monitong BMA, 23-26 Maret 2022 lalu diketahui, tanah wakaf yang belum memiliki legalitas (AIW/APAIW) dan sertifikat wakaf,  pertama, tanah sawah wakaf di Lamsiteh dan Blang Kiree. Kedua, tanah wakaf Lambada Lhok. Ketiga, tanah wakaf Kajhu.

“Karena  itu, BMA tahun 2022 mengurus dan melakukan fasilitasi legalitas tanah wakaf sebagai bentuk tanggung jawab BMA dalam melakukan perlindungan aset wakaf dan sebagai landasan bagi BMA untuk memproduktifkan aset wakaf tersebut,” tambah Fachrur Razi.           

Fasilitasi legalitas tanah wakaf ini dilakukan dengan melengkapi administrasi yang diperlukan sebagai lagalitas wakaf, kemudian menghubungi dan mendatangi para pihak yang berkaitan dengan legalitas wakaf. BMA juga menyiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan legalitas wakaf, memasang patok batas tanah dan papan nama tanah/lokasi wakaf.

Dalam pengurusan legalitas tanah wakaf, tahapan pertama dilalukan BMA adalah mengukur kembali tanah wakaf bersama pemerintah gampong dan BPN Aceh Besar, yaitu tanah wakaf di Gampong Lamsiteh  2.447 meter persegi; tanah wakaf di Gampong Blang Kiree  1.793 meter persegi; tanah wakaf di Gampong Kajhu  863 meter persegi; dan  tanah wakaf di Gampong Lambada Lhok  500 meter persegi. 

Selanjutnya, BMA mengurus  Akta Ikrar Wakaf (AIW)/Akta Pengganti Akte Ikrar Wakaf (APAIW) pada Kepada KUA di masing-masing kecamatan lokasi tanah wakaf. “Dari pengurusan ini, kita memperoleh  APAIW tanah wakaf Lamsiteh dari KUA Darul Imarah,  APAIW tanah wakaf Blang Kiree dari KUA Darul Kamal,  AIW tanah wakaf Kajhu dan  AIW tanah wakaf Lambada Lhok dari KUA Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar,” urai Fachrur Razi 

Setelah mendapatkan legalitas tanah wakaf dan penetapan nazir, berikutnya BMA mengurus sertifikat tanah wakaf pada BPN Aceh Besar. “Lagi-lagi yang kita urus adalah sertifikat tanah wakaf yang telah keluar AIW/APAWI dari KUA, yaitu wakaf  Lamsiteh, wakaf Blang Kiree, wakaf Kajhu, serta wakaf Lambada Lhok, sebab BPN tak akan memprosesnya tanpa legalitas wakaf dari KUA,” kata Fachrur Razi.

Hingga akhir Desember 2022, BMA baru menerima dua sertifikat tanah wakaf dari BPN Aceh Besar, yaitu tanah wakaf Kajhu dan Blang Kiree. Sertifikat itu diterima Kepala Badan BMA Mohammad Haikal yang diserahkan oleh staf BPN Aceh Besar, Ditya Wulandari di Arena Adhyaksa Aceh Expo, Gedung Balai Meuseraya Aeh,  Banda Aceh, (9/12/2022) lalu. Sementara dua sertifikat lagi masih dalam proses di BPN.

Namun, sambil menunggu seluruh sertifikat tanah wakaf dikeluarkan oleh BPN, BMA telah memasang patok batas tanah dan papan nama tanah/aset wakaf dan harta agama yang dikelola oleh BMA, masing-masing  di Lamsiteh dengan luas 2.447 meter, tanah sawah di Blang Kiree 1.793 meter, tanah wakaf di Kajhu 863 meter, tanah wakaf di Lambada Lhok 500 meter, tanah wakaf Ladong 8.994 meter, dan tanah wakaf di Lam Geuriheu 17.948 meter. Ditambah dengan tanah harta agama di Ladong 40.869 meter.  

Hambatan dan rekomendasi 

Menurut Shafwan Bendadeh, dari pengurusan legalitas wakaf itu, masih ada beberapa hambatan dan rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti, pertama, Kepala KUA belum dapat menetapkan nazir organisasi BMA dalam AIW/APAI, sementara nazir yang didaftarkan masih berupa nazir perorangan yang dinotadinaskan oleh Kepala Sekretariat BMA, Rahmad Raden. “Untuk itu, diharapkan adanya penyempurnaan administrasi pendaftaran nazir pada KUA,” tegasnya. 

Demikian pula, tanah wakaf di Gampong Lamsiteh yang 2.447 meter persegi belum dapat dilanjutkan tahapan sertifikasi, sebab tanah wakaf tersebut menurut informasi BPN telah ada pihak lain yang mengurus sertifikatnya, sementara berdasarkan bukti Akta Jual Beli (AJB) tahun 1990 tanah wakaf itu dikelola oleh BMA. Satu lagi urusan penting nazir BMA adalah “mencari” tanah wakaf di Lamsiteh seluas 417 meter persegi yang belum diketahui lokasinya, padahal BMA telah berkoordinasi dengan keuchik setempat. Untuk ini, perlu dibentuk tim khusus investigasi tanah dimaksud. 

Setelah pengurusan legalitas tanah ini, tugas BMA berikutnya adalah memproduktifkan aset wakaf/harta keagamaan tersebut. Dari hasil evaluasi, kunjungan lapangan dan FGD bersama masyarakat Lhoong, tanah/aset wakaf dan harta keagamaan BMA berpeluang dikembangkan bisnis peternakan, perumahan, asrama mahasiswa, padi/beras organik, serta pendidikan dayah modern.  Tentu saja semua ini sangat ditentukan oleh kebijakan dan program tahun 2023, yang sedang dirancang oleh Badan BMA.*

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel