Meningkatkan Kapasitas dan Kompetensi Nazir
Tim Baitul Mal Aceh (BMA) melakukan pendataan wakaf produktif di Kabupaten Aceh Timur dan Kota Langsa, baru-baru ini. Tim tersebut terdiri dari Zulfianuddin, Yusrizal, Rizki Nofriherian, serta saya sendiri. Pendataan yang dilakukan sejak tahun 2021 ini meyakinkan saya, bahwa kapasitas nazir memang cukup penting dalam pengelolaan dan pengembangan aset wakaf, terutama wakaf berbasis masjid.
Dari pendataan 20-24 Mei 2024 itu, tim BMA memperoleh 15 data nazir yang akan menjadi bahan analisis dalam merancang program dan kegiatan pengembangan aset wakaf di masa akan datang. Bantuan yang dapat segera diberikan berupa pengembangan wakaf produktif yang besifat mikro, dengan nilai bantuan Rp 100 juta ke bawah.
Sebagian besar data di lapangan menunjukkan nazirnya berbasis masjid dan meunasah, seperti wakaf kebun sawit dan rumah toko (ruko) Masjid Baiturrahim, Desa Keude Baro, Kecamatan Pante Bidari dan wakaf kebun sawit, Meunasah Seuneubok Sabon, Desa Meunasah Sabon, Kecamatan Pante Bidari, Aceh Timur.
Selain itu, wakaf kantin Masjid Zadul Muad, Desa Lhok Dalam, Kecamatan Peureulak, Aceh Timur; wakaf toko, Masjid Baiturrahim, Desa Paya Bojok Seuleumak, Kecamatan Langsa Baro, Langsa; dan wakaf tanah, rumah, dan doorsmeer, Masjid Quba, Desa Sidorejo, Kecamatan Langsa Lama, kota Langsa.
Tim BMA juga melihat dari dekat wakaf rumah Masjid Agung Darul Falah di Desa Sidorejo, Kecamatan Langsa Lama dan wakaf tambak, Masjid Darul Muttaqin, Desa Sungai Pauh, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa.
Pendataan wakaf produktif juga menyasar wakaf lainnya yang dikelola oleh nazir perorangan, nazir organisasi seperti Muhammadiyah dan Al Washliyah, serta nazir berbadan hukum (yayasan). Program wakaf yang dikelola pun cukup bervariasi seperti peruntukan wakaf untuk anak yatim, wakaf pendidikan, dan wakaf untuk muallaf dan masyarakat tidak mampu.
Berdasarkan data dan informasi di lapangan, tim mendapatkan gambaran bahwa kapasitas dan kompetensi nazir perlu ditingkatkan, sehingga pada akhirnya akan menjadi nazir yang kompeten dan profesional. Untuk menjadi nazir profesional tentu membutuh waktu dan proses yang panjang. Selain SDM yang berkualitas diperlukan status kelembagaan nazir yang berbadan hukum.
Apabila nazir memiliki kompetensi yang cukup di bidang perwakafan, maka akan dengan mudah nazir menyelesaikan masalah-masalah yang ada misalnya nazir mengalami keterbatasan dalam membangun kemitraan (bisnis), terbatasnya donasi (wakaf melalui uang) untuk penyediaan pupuk sawit, dan membangun kembali rumah wakaf/ruko yang sudah waktunya dibangun kembali.
Demikian pula fakta, toko wakaf dan tambah wakaf selama ini hanya disewakan, mestinya nazir mengelola sendiri, sehingga hasilnya (surplus) akan lebih besar. Untuk itu, nasir perlu meningkatkan kemampuan di bidang usaha, bisnis, dan entrepreneurship. Ada juga tambak belum berhasil diproduktifkan, akibat kurang modal dan kemitraan, tanah wakaf belum dibangun (terbengkalai), dan wakaf pendidikan yang sebagian asetnya bisa dimanfaatkan untuk usaha ekonomi.
Karena itu, dari pendataan dan temuan lapangan ini, diperlukan inisiasi Baitul Mal, BWI, Kemenag, dan nazir sendiri untuk terus meningkatkan kapasitas dan kompetensi, sehingga mampu mengembangkan aset wakaf dengan baik. Diperlukan beberapa pelatihan, bimbingan teknis, dan sertifikasi nazir, sehingga kualitas SDM nazir akan semakin meningkat.
0 Response
Posting Komentar